Sabtu, 21 Desember 2013

Permintaan dalam Perspektif Ekonomi Islam

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Perilaku permintaan merupakan salah satu perilaku ekonomi yang mendominasi dalam praktek ekonomi mikro, walaupun juga berlaku dalam praktek ekonomi makro. Itulah sebabnya pembahasan mengenai permintaan yang ditinjau dari segi determinasi harga terhadap permintaan selalu menjadi pokok kajian dalam ilmu ekonomi. Determinasi harga terhadap permintaan dengan mengasumsikan faktor-faktor yang mempengaruhinya dianggap tetap mengahasilkan hukum permintaan, sedangkan bila permintaan yang menentukan harga maka disebut teori permintaan.
Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita dihadapkan kepada keadaan dimana kita harus memilih diantara dua pilihan barang yaitu barang  halal dan  barangharam, atau keadaan darurat dimana kita terpaksa mengkonsumsi barang yang haram, bagaimanakah kita menghadapi pilihan tersebut, serta bagaimanakah Islam memandang hal ini.
2.      Rumusan masalah
a.       Hukum permintaan
b.      Teori permintaan islam
c.       Permintaan menurut ekonomi konvensional
d.      Permintaan menurut ekonomi islam
e.       Perbedaan teori permintaan konvensinal dengan permintaan islam



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Hukum Permintaan
Permintaan terhadap barang atau jasa didefenisikan sebagai: kuantitas barang atau jasa yang orang bersedia untuk membelinya pada berbagai tingkat harga dalam suatu periode tertentu.
Dalam defenisi diatas digunakan kalimat aktif: orang bersedia untuk membelinya, untuk memberikan penekanan pada kegiatan konsumsi yang dilakukan secara aktif oleh masyarakat konsumen, yang dipengaruhi oleh tingkat harga. Sedangkan kata ‘bersedia’ mendapatkan penekanan tersendiri. Didalamnya terkandung makna, bahwa konsumen memiliki keinginan untuk membeli suatu barang atau jasa, sekaligus ia juga memiliki kemampuan, yaitu uang atau pendapatan, untuk membeli, dalam rangka memenuhi keinginannya tersebut. Kemampuan tersebut seringkali diberi istilah daya beli. Jadi konsep permintaan terhadap barang dan jasa hanya memerhatikan konsumen yang memiliki keinginan dan daya beli sekaligus.
a.      Asumsi-asumsi
Dalam anlisi permintaan terhadap suatu barang atau jasa, ditelaah faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya kuantitas atau jumlah barang/jasa yang diminta oleh konsumen. Banyak faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang/jasa. Yang paling utama adalah harga barang itu sendiri . selain itu, factor-faktor selain harga barang tersebut juga mempengaruhi permintaan terhadap barang itu. Contohnya adalah pendapatan masyarakat, harga barang lain, serta selera.
Secara umum diketahui bahwa “semakin tinggi harga suatu barang semakin kecil permintaan terhadap barang tersebut”. Penyataan diatas menerangkan hubungan antara permintan suatu barang dengan harga barang tersebut, atau dikenal dengan ‘hukum permintaan’. Dalam merumuskan hukum permintaan, diasumsikan bahwa permintaan terhadap barang dan jasa hanya dipengaruhi oleh harga barang dan jasa tersebut. faktor-faktor lain di luar harga barang dianggap tetap. Asumsi ini sering dikenal dengan istilah cateris paribus.
b.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Seperti telah dikemukakan diatas, memang diketahui bahwa permintaan terhadap suatu barang  dipengaruhi oleh faktor-faktor lain disamping harga, faktor-faktor tersebut antara lain:
1)      Pendapatan : semakin tinggi pendapatan seseorang, permintaan terhadap suatu barang akan meningkat, walaupun harga barang tersebut tidak berubah.
2)      Harga barang-barang lain yang terkait : permintaan terhadap susu murni akan meningkat apabila harga susu bubuk naik.
3)      Selera : hal lain yang mempengaruhi permintaan adalah selera, setiap individu memiliki selera yang tidak sama dan selera juga bisa berubah dari peride ke periode.
4)      Jumlah penduduk : semakin besar jumlah penduduk disuatu daerah, semakin banyak permintaan terhadap suatu produk di daerah tersebut. Permintaan beras di Indonesia setiap tahun selalu naik. Tentu saja, karena jumlah penduduk Indonesia semakin lama semakin banyak, sehingga jumlah beras yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka pun semakin banyak. Ini tercermin dengan permintaan beras yang selalu naik.

2.      Teori permintaan islami
Hal penting yang harus dicatat adalah bagaimana teori ekonomi yang dikembangkan Barat membatasi analisisnya dalam jangka pendek yakni hanya sejauh bagaimana manusia memenuhi keinginannya saja. Tidak ada analisis yang memasukkan nilai-nilai moral dan sosial. Analisis hanya dibatasi pada variabel-variabel pasar semata seperti harga, variabel-variabel lain tidak dimasukkan, seperti variabel nilai moral, kesederhanaan, keadilan, sikap mendahulukan orang lain, dan sebagainya.
Dalam ekonomi islam, setiap keputusan seorang manusia tidak terlepas dari nilai-nilai moral dan agama karena setiap kegiatan senantiasa dihubungkan kepada syariat. Al-qur’an menyebut ekonomi dengan istilah iqtishad (penghematan, ekonomi), yang secara literal berarti ‘pertengahan’ atau ‘moderat’. Seorang muslim dilarang melakukan pemborosan (al-israa ayat 26-27). Seorang muslim diminta untuk mengambil sebuah sikap moderat dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya. Dia tidak boleh israf (royal, berlebih-lebihan), tetapi juga dilarang pelit (bukhl).
Q.S Al-Israa ayat: 26-27.
ÏN#uäur #sŒ 4n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# Ÿwur öÉjt7è? #·ƒÉö7s? ÇËÏÈ   ¨bÎ) tûïÍÉjt6ßJø9$# (#þqçR%x. tbºuq÷zÎ) ÈûüÏÜ»u¤±9$# ( tb%x.ur ß`»sÜø¤±9$# ¾ÏmÎn/tÏ9 #Yqàÿx. ÇËÐÈ  
26. “dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”. 27. “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.
a.      Paradigma Konsumsi Islami
Al-qur’an dan hadis mengajarkan, dalam perilaku konsumen antara lain:
1)      Islam mengakui keterampilan dan kemampuan setiap individu berbeda-beda, karenanya tidak adil dan tidak masuk akal apabila terjadi persamaan mutlak disemua anggota masyarakat dalam hal pendapatan, konsumsi dan sebagainya.
2)      Islam mewajibkan zakat, yakni mengeluarkan sebagian kecil harta yang telah melewati batas nisab tertentu baik dari segi jumlah maupun waktu penguasaan . zakat adalah kewajiban bagi umat islam yang mampu atau kaya. Jika berzakat wajib, menjadi mampu atau kaya pun wajib, agar dapat menjalankan kewajiban berzakat itu.
3)      QS. Ar-Rum ayat 38:
ÏN$t«sù #sŒ 4n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz šúïÏ%©#Ïj9 tbr߃̍ムtmô_ur «!$# ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÌÑÈ  
Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung
Dalam tafsir dijelaskan bahwa yang berhak menerima zakat adalah:
1.      Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi kebutuhannya; 
2.      Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan; 
3.      Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat; 
4.      Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk islam, maupun orang yang baru memasuki islam dan imannya masih lemah;
5.      Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir; 
6.      Orang yang berhutang: orang yang berutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya; 
7.      Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan islam dan kaum muslimin. Diantara nufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, dan lain-lain; 
8.      Musafir: orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Di samping manusia harus mengendalikan konsumsinya, agama islam pun menganjurkan pengeluaran untuk kepentingan orang lain, terutama fakir miskin. Bahkan agama islam adalah satu-satunya agama yang mewajibkan pengeluaran untuk kebutuhan orang lain, yakni dalam bentuk zakat. Di samping itu, islam sangat menganjurkan pengeluaran suka rela untuk kepentingan sesama dalam bentuk infaq, sedekah dan wakaf.
Adapun aturan islam mengenai bagaimana seharusnya melakukan kegiatan konsumsi adalah sebagai berikut:
1.      Tidak boleh berlebih-lebihan
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-An’am ayat 141:
uqèdur üÏ%©!$# r't±Sr& ;M»¨Yy_ ;M»x©rá÷è¨B uŽöxîur ;M»x©râ÷êtB Ÿ@÷¨Z9$#ur tíö¨9$#ur $¸ÿÎ=tFøƒèC ¼ã&é#à2é& šcqçG÷ƒ¨9$#ur šc$¨B9$#ur $\kÈ:»t±tFãB uŽöxîur 7mÎ7»t±tFãB 4 (#qè=à2 `ÏB ÿ¾Ín̍yJrO !#sŒÎ) tyJøOr& (#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqtƒ ¾ÍnÏŠ$|Áym ( Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä šúüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÊÍÊÈ  
dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.
Jika manusia dilarang untuk berlebih-lebihan, itu berarti manusia sebaiknya melakukan konsumsi seperlunya saja. Ayat ini juga menjelaskan untuk memerangi kemubadziran, sifat sok pamer, dan mengkonsumsi barang-barang yang tidak perlu. Dalam bahasa ekonomi, perilaku konsumsi islami yang tidak berlebih-lebihan didorong oleh faktor kebutuhan (needs) dari pada keinginan (wants).
Kebutuhan pun tidak terbatas kepada kebutuhan pribadi atau keluarga semata-mata, tetapi juga kebutuhan sesama manusia yang dekat dengan kita. Bukankah Nabi pernah bersabda “Tidak termasuk kedalam golonganku, orang yang tidur dengan nyenyak sedangkan dia mengetahui tetangganya dalam keadaan kelaparan?”.
2.      Mengkonsumsi yang Halal dan Thayyib (Q.S Al-Maidah: 87-88))
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 Ÿwur (#ÿrßtG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ   (#qè=ä.ur $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# OçFRr& ¾ÏmÎ/ šcqãZÏB÷sãB ÇÑÑÈ  
87. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.  88. “dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.
Konsumsi seorang muslim dibatasi kepada barang-barang yang halal dan tayyib Tidak ada permintaan terhadap  barang yang haram. Dalam islam, barang yang sudah dinyatakan haram tidak mempunyai nilai ekonomi, karena sifatnya yang tidak boleh diperjual belikan. Berkaitan dengan aturan pertama tentang larangan berlebih-lebihan, maka barang halal pun tidak dapat dikonsumsi sebanyak yang kita inginkan. Harus dibatasi sebatas cukupnya keperluan, demi menghindari kemewahan, berlebih-lebihan dan kemubaziran. [1]
3.      Permintaan menurut Ekonomi Konvensional
Konsep permintaan merupakan hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga berbagai tingkat harga. Hukum permintaan (law of demand) menerangkan bahwa dalam keadaan hal lain tetap (cateris paribus) apabila harga naik, maka permintaan terhadap suatu barang akan berkurang, dan sebaliknya apabila harga turun, maka permintaan terhadap suatu barang akan meningkat.
Perubahan pada tingkat harga akan memindahkan titik permintaan dalam suatu kurva permintaan, sedangkan perubahan pada faktor selain harga (misalnya pendapatan) akan menggeser kurva permintaan.
Permintaan seseorang atau sesuatus masyarakat kepada sesuatu barang ditentukan oleh banyak factor. Diantara factor-faktor yang terpenting adalah seperti yang dinyatakan dibawah ini:
a)      Harga barang itu sendiri
b)      Harga barang  lain yang  berkaitan  erat  dengan barang tersebut
c)      Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat
d)     Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat
e)      Cita rasa masyarakat
f)       Jumlah penduduk
g)      Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang.

Sangat sukar secara sekaligus menganalisis pengaruh berbagai faKtor tersebut terhadap permintaan suatu barang. Oleh sebab itu, dalam membicarakan teori permintaan, ahli ekonomi membuat analisis yang lebih sederhana. Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Oleh sebab itu, dalam teori permintaan  terutama dianalisis adalah hubungan antara jumlah permintaan suatu barang dengan harga  barang tersebut.[2]
4.      Permintaan Menurut Ekonomi Islam
Menurut Ibnu Taimiyyah, permintaan suatu barang adalah  hasrat terhadap sesuatu, yang digambarkan dengan istilah raghbah fil al-syai. Diartikan juga sebagai jumlah barang yang diminta. Secara garis besar, permintaan dalam ekonomi islam sama dengan ekonomi konvensional, namun ada prinsip-prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya.
Islam mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Aturan islam melarang seorang muslim memakan barang yang haram, kecuali dalam  keadaan darurat dimana apabila barang tersebut tidak dimakan, maka akan berpengaruh terhadap nya muslim tersebut. Di saat darurat seorang muslim dibolehkan mengkonsumsi barang haram secukupnya.
Selain itu, dalam ajaran islam, orang yang mempunyai uang banyak tidak serta merta diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan anggaran (budget constrain) belum cukup dalam membatasi konsumsi. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang muslim tidak berlebihan (israf), dan harus mengutamakan kebaikan (maslahah).
Islam tidak menganjurkan permintaan terhadap suatu barang dengan tujuan kemegahan, kemewahan dan kemubadziran. Bahkan islam memerintahkan bagi yang sudah mencapai nisab, untuk menyisihkan dari anggarannya untuk membayar zakat, infak dan shadaqah.
Ibnu Taimiyyah  (1263-1328 M) dalam  kitab Majmu’ Fatawa menjelaskan, bahwa hal-hal yang mempengaruhi terhadap permintaan suatu barang antara lain:
1)      Keinginan atau selera masyarakat (Raghbah) terhadap berbagai jenis barang yang berbeda  selalu berubah-ubah. Di mana ketika masyarakat telah memiliki selera terhadap suatu barang maka hal ini akan mempengaruhi jumlah permintaan terhadap barang tersebut.
2)      Jumlah para peminat (Tullab) terhadap suatu barang. Jika jumlah masyarakat yang menginginkan suatu barang semakin banyak, maka harga barang tersebut akan semakin meningkat. Dalam hal ini dapat disamakan dengan jumlah penduduk, di mana semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak jumlah para peminat terhadap suatu barang.
3)      Kualitas pembeli (Al-Mu’awid). Di mana tingkat pendapatan merupakan salah satu ciri kualitas pembeli yang baik. Semakin besar tingkat pendapatan masyarakat, maka kualitas masyarakat untuk membeli suatu barang akan naik.
4)      Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang. Apabila kebutuhan terhadap suatu barang tinggi, maka permintaan terhadap barang tersebut tinggi.
5)      Cara pembayaran yang dilakukan, tunai atau angsuran. Apabila pembayaran dilakukan dengan tunai, maka permintaan tinggi.
6)      Besarnya biaya transaksi. Apabila biaya transaksi dari suatu barang rendah, maka besar permintaan meningkat.
a.      Keadaan Darurat tidak Optimal
Dalam konsep Islam, yang haram telah jelas dan begitu pula yang halal telah jelas. Secara logika ekonomi kita telah menjelaskan bahwa bila kita dihadapkan kepada dua pilihan, yaitu barang halal dan barang haram, optimal solution adalah corner solution, yaitu mengalokasikan seluruh pendapatan kita untuk mengonsumsi barang yang halal.
Sekarang bayangkanlah keadaan hipotesis yang diambil dari kisah nyata di tahun 1970 an. Sebuah pesawatterbang yang penuh dengan penumpang jatuh di tengah gunung salju. Setelah bertahan beberapa hari tanpa persediaan yang cukup, tidak adanya hewan atau tumbuhan yang dapat dimakan, dan dinginnya cuaca, beberapa diantara penumpang meninggal. Bagi mereka yang hidup pilihannya banyak, yaitu terus bertahan sambil mengharapkan agar tim penyelamat segera tiba di tempatm, atau memakan daging penumpang yang meninggal untuk bertahan hidup. Memakan bangkai manusia jelas haram, namun bila pilihannya anatara memakan yang haram atau kita akan binasa, maka islam memberikan kelonggaran untuk dapat mengonsumsi barang haram sekadarnya untuk bertahan hidup.
Maka setiap keadaan darurat, yaitu keadaan yang secara terpaksa harus mengonsumsi barang haram, pastilah bukan corner solution oleh karenanya bukan optimal solution. Keadaan darurat selalu bukan keadaan optimal,
5.      Perbedaan Teori Permintaan Konvensional dengan Permintaan Islami
 Definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap permintaan, antara permintaan konvensional dan islam mempunyai kesamaan. Ini dikarenakan bahwa keduanya merupakan hasil dari penelitian kenyataan dilapangan (empiris) dari tiap-tiap unit ekonomi.

Namun terdapat perbedaan yang mendasar di antara keduanya,  diantaranya :
a)      Sumber hukum
Perbedaan utama antara kedua teori tersebut tentunya adalah mengenai sumber hukum dan adanya batasan syariah dalam teori permintaan Islami. Permintaan Islam berprinsip pada entitas utamanya yaitu Islam sebagai pedoman hidup yang  langsung dibimbing oleh Allah SWT. Permintaan Islam secara jelas mengakui bahwa sumber ilmu tidak hanya berasal dari pengalaman berupa data-data yang kemudian mengkristal menjadi teori-teori, tapi juga berasal dari firman-firman Tuhan (revelation), yang menggambarkan bahwa ekonomi Islam didominasi oleh variabel keyakinan religi dalam mekanisme sistemnya.
Sementara itu dalam ekonomi konvensional filosofi dasarnya terfokus pada tujuan keuntungan dan materialisme. Hal ini wajar saja karena sumber inspirasi ekonomi konvensional adalah akal manusia yang tergambar pada daya kreatifitas, daya olah informasi dan imajinasi manusia. Padahal akal manusia merupakan ciptaan Tuhan, dan memiliki keterbatasan bila dibandingkan dengan kemampuan
b)      Konsep permintaan
Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 87, 88. Oleh karenanya dalam teori permintaan Islami membahas permintaan barang halal, barang haram, dan hubungan antara keduanya. Sedangkan dalam permintaan konvensional, semua komoditi dinilai sama, bisa dikonsumsi atau digunakan.
c)      Motif permintaan
Dalam motif permintaan Islam menekankan pada tingkat kebutuhan konsumen terhadap barang tersebut sedangkan motif permintaan konvensional lebih didominasi oleh nilai-nilai kepuasan (interest). Konvensional menilai bahwa egoisme merupakan nilai yang konsisten dalam mempengaruhi seluruh aktivitas manusia.
d)     Tujuan
Permintaan Islam bertujuan mendapatkan kesejahteraan atau  kemenangan akhirat (falah) sebagai turunan dari keyakinan bahwa ada kehidupan yang abadi setelah kematian yaitu kehidupan akhirat, sehingga anggaran yang ada harus disisihkan sebagai bekal untukkehidupan akhirat. Sedangkan dalam ekonomi konvensional hal ini tidak ada.
BABA III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dari pembahasan diatas pemakalah mengambil kesimpulan bahwa teori permintaan Islam lebih baik dari pada teori permintaan konvensianal, karena teori permintaan islam lebih rasional dengan mengaitkan variabel-variabel moral, seperti kesederhanaan, keadilan, sikap mendahulukan oranglain. Dimana dalam teori permintaan konvensional kita tidak menemukan ini. Selain itu juga dikarenakan teori permintaan islam bersumber dari Al-Qur’an.
2.      Saran
Pemakalah menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kesalahan, oleh sebab itu saran dari Ibu dosen selaku pembimbing dalam matakuliah ini sanagat kami harapkan, untuk bisa dijadikan sebagai pembelajaran dalam pembuatan makalah diSkemudian hari.


[1] Mustafa Edwin Nasution, dkk.Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam.(Jakarta:Kencana,2007). Hal.  85-89
[2] Sadono Sukirno.Mikro Ekonomi:Teori Pengantar, Edisi Ketiga. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005). Hal. 76

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarat Account Officer

Syarat Account Officer Ideal Seorang Account Officer (AO) adalah orang yang melakukan pemasaran dan penjualan kredit perbankan . d...