BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Manusia adalah makhluk yng paling sempurna diciptakan oleh Allah,
manusia beruntung diberikan kelebihan akal/pikiran yang membuat manusia mampu
mengungkapkan apa yang ada didalam hati
dan pikiran mereka, dalam berpikir tersebut mereka mendapatkan Ilmu. Umat islam
diberikan suatu anugerah yang besar yaitu wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw yang menjadi petunjuk bagi umat Islam yaitu Al-Qur’an.
Al- Qur’an adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala
rujukan, sumber dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu
pengetuhan, sejauh mana keabsahan ilmu harus diukur standarnya adalah
Al-Qur’an. Ia adalah buku induk ilmu pengetahuan, di mana tidak ada satu perkara
apapun yang terlewatkan, semuanya telah terkafer di dalamnya yang mengatur
berbagai asfek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (Hablum
minallah); sesama manusia (Hablum minannas); alam, lingkungan, ilmu akidah,
ilmu sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama, umum dan sebagaianya.
Lalu bagaimanakah kandungan ilmu pengetahuan dalam al-qur’an
serta apakah ilmu tersebut tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan sains
modern yang terus berkembang, hal itu selanjutnya akan dibahas dalam makalah
ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian Ilmu Pengetahuan
2.
Al-Qur’an Sebagai Sumber
Ilmu
3.
Hubungan Al-Qur’an Dengan
Ilmu Pengetahuan dan Sains
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia, di
samping seni dan agama. Pengetahuan merupakan sumber jawaban atas berbagai
pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Maka perlu diketahui terhadap
pengetahuan mana suatu pertanyaan tertentu harus diajukan. Jika orang bertanya
: “Apakah yang akan terjadi setelah manusia meninggal?”, maka pertanyaan itu
tidak dapat diajukan kepada ilmu, melainkan kepada agama. Sebab, secara
ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup
pengalaman manusia. Sedang agama memasuki pula wilayah penjelajahan yang
bersifat transendental yang berada di luar pengalaman manusia. Sehingga setiap
jenis pengetahuan memiliki ciri-ciri yang spesifik tentang “apa, bagaimana dan
untuk apa” (ontologi, epistemologi dan aksiologi), ketiga hal ini saling
berkaitan.
Pengetahuan ilmiah atau ilmu sebagai alat bagi manusia untuk
memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya. Pemecahan itu pada dasarnya
adalah meramalkan dan mengontrol gejala alam. Maka penelaahan ilmiah diarahkan
untuk mendapatkan penjelasan tentang berbagai fenomena alam. Penjelasan ini
diarahkan terhadap deskripsi tentang hubungan berbagai faktor yang terkait
dalam konstelasi yang menyebabkan timbulnya sebuah fenomena dan proses
terjadinya fenomena itu.
Seperti, mengapa
secangkir kopi diberi gula menjadi manis rasanya, bukan mendeskripsikan betapa
manisnya secangkir kopi yang diberi gula itu. Ilmu mencoba mengembangkan dunia
empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variabel yang terikat
dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional. Sedang seni mencoba
mendeskripsikan sebuah fenomena dengan sepenuh maknanya dan menjadi bermakna
bagi pencipta dan yang meresapinya.[1]
Upaya untuk
menjelaskan fenomena alam telah dilakukan sejak dahulu kala dengan
memperhatikan berbagai kekuatan alam, seperti hujan, banjir, gempa dan
sebagainya. Mereka merasa tak berdaya dalam menghadapi yang dianggapnya
merupakan kekuatan luar biasa. Kemudian mereka coba dengan mengaitkan dengan
makhluk luar biasa pula, dan berkembanglah berbagai mitos tentang para dewa dengan
berbagai kesaktian dan perangainya, sehingga muncul dewa-dewa pemarah,
pendendam, cinta dan sebagainya. Mereka mengontrol alam sesuai dengan
pengetahuannya dengan memberikan berbagai macam sesaji. Perkembangan
selanjutnya, mereka mencoba menafsirkan fenomena fisik dengan pengembangan
penafsiran tertentu, kemudian mempunyai pegangan tertentu, betapa pun
primitifnya. Bukan saja mengerti mengapa sesuatu terjadi, tetapi yang lebih
penting adalah agar sesuatu itu tidak terjadi.
Tahap berikutnya,
mereka mencoba menafsirkan dunia ini terlepas dari mitos dengan mengembangkan
pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis, seperti membuat tanggul. Maka
berkembanglah pengetahuan yang berpangkal pada pengalaman berdasarkan akal
sehat dengan metode trial and error, yang kemudian menimbulkan pengetahuan yang
disebut “applied arts” yang mempunyai kegunaan langsung dalam kehidupan
sehari-hari, di samping “fine arts” untuk memperkaya spiritual. Yang terakhir
ini lebih berkembang di Timur, karena filsafatnya yang penting adalah berpikir
etis yang menghasilkan wisdom.
Betapa pun
primitifnya suatu peradaban, masih saja memiliki kumpulan pengetahuan akal
sehat, yang sangat penting untuk menemukan berbagai fenomena alam. Maka
tumbuhlah rasionalisme yang kritis mempermasalahkan pikiran yang bersifat mitos
yang mencoba menemukan kebenaran secara analisis kritis, yang kemudian
menimbulkan berbagai pendapat dan aliran filsafat. Rasionalisme dengan sistem
pemikiran deduktifnya sering menghasilkan implikasi yang benar dari akurasi logikanya.
Tetapi, dapat juga tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan realitas
empiriknya. Seperti, Aristoteles menyimpulkan bahwa gigi wanita lebih sedikit
dari pria, Bertrand Russell bergumam orang seperti dia yang kawin dua kali
seharusnya lebih tahu tentang itu.
Reaksi atas
kelemahan rasionalisme itu menimbulkan empirisme yang meyakini bahwa
pengetahuan yang benar jika dihasilkan dari sentuhan indrawi, maka
berkembanglah cara berpikir yang menjauhi spekulasi teoritis dan metafisis.
Bagi David Hume (1711-1776), metafisika adalah hayal dan dibuat-buat bagaikan
lidah api yang menjilat. Meskipun empirisme berdasarkan sentuhan indrawi
menggunakan sistem berpikir induktif, ternyata tidak lepas dari kelemahan.
Yakni, atas dasar apa dapat menghubungkan berbagai fenomena/fakta dalam
hubungan kausalitas. Bagaimana hubungan fakta rambut keriting berkorelasi
dengan rendahnya intelektual seseorang sebagai hubungan kausalitas.
Untuk mendamaikan
dua sistem pemikiran tersebut, maka berkembanglah metode eksperimen yang
merupakan jembatan antara penjelasan teoritis dari rasional dengan pembuktian
secara empiris. Metode eksperimen dikembangkan oleh sarjana-sarjana Muslim pada
abad keemasan Islam ketika ilmu dan pengetahuan lainnya mencapai puncaknya
antara abad IX dan XII M. Eksperimen ini dimulai oleh ahli-ahli kimia yang
mungkin semula terdorong oleh tujuan untuk mendapatkan “obat awet muda” dan
“rumus membuat emas dari logam biasa” yang lambat laun menjadi paradigma
ilmiah. Metode eksperimen ini diperkenalkan di Barat oleh Roger Bacon
(1214-1294) kemudian dimantapkan sebagai paradigma ilmiah oleh Francis Bacon
(1561-1626). Tegasnya, secara konseptual metode eksperimen dikembangkan oleh
sarjana Muslim dan secara sosiologis dimasyarakatkan oleh Francis Bacon, sekali
pun Francis Bacon tidak pernah menyebut pendahulunya. Briffault, dalam bukunya
The Making of Humanity yang dinukil oleh M. Iqbal mengakui bahwa bangsa Arab
merupakan perintis metode ilmiah. Roger Bacon maupun sesamanya (Francis Bacon)
tidak berhak sebagai orang-orang yang telah memperkenalkan metode
eksperimental. Roger Bacon tidak lebih daripada seorang rasul ilmu pengetahuan
dan metode Muslim ke Eropa Kristiani. Menjelang zaman Bacon, metode
eksperimental bangsa Arab tersebut telah tersebar luas dan ditekuni di seluruh
benua Eropa. Meskipun demikian, metode eksperimen masih saja merupakan fenomena
empiris. Di samping rasionalisme dan empirisme, terdapat cara lain untuk
menghasilkan pengetahuan, yakni intuisi dan wahyu.
Intuisi merupakan
pengetahuan yang dihasilkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang
yang sedang memikirkan sesuatu masalah secara tiba-tiba menemukan jawabannya
dan diyakini atas kebenarannya, namun tidak bisa menjelaskan bagaimana caranya
dapat sampai ke sana. Karena intuisi sangat personal dan tidak bisa diramalkan,
maka ia tidak bisa diandalkan untuk menyusun ilmu pengetahuan yang teratur. Ia
hanya dapat digunakan sebagai hipotesis bagi analisis berikutnya untuk
menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Aktifitas intuitif dan
analitik dapat bekerja saling membantu untuk menemukan kebenaran.
Sedang wahyu,
merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan
ini didasarkan atas hal-hal yang supernatural (ghaib) dan merupakan pangkal
dalam agama. Sehingga suatu pernyataan harus diyakini terlebih dahulu, bisa
saja kemudian dikaji dengan metode lain. Secara rasional, umpamanya apakah
pernyataan-pernyataan yang dikandungnya bersifat konsisten atau tidak.
Sebaliknya, secara empiris dapat dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung
pernyataan itu atau tidak. Tegasnya, agama dimulai dengan rasa percaya, setelah
dikaji kepercayaan itu bisa meningkat atau menurun. Sebaliknya, pengetahuan
lain seperti ilmu, bertolak dari rasa tidak percaya (ragu) setelah dikaji secara
ilmiah bisa menjadi yakin atau tetap seperti semula.
B.
Al-Qur’an Sebagai Sumber
Ilmu Pengetahuan
Al-Qur’an pada hakikatnya merupakan miniatur dari Kemahaluasan ilmu
Allah yang tak tertandingi. Maka, ketika manusia mencoba memahami dirinya
sendiri kemudian berpindah kepada pemahaman selain dirinya, termasuk jagat
raya, ia benar-benar menyadari keterbatasan kemampuannya. Begitulah
perbandingan antara ilrnu Allah dan kemampuan manusia untuk memahaminya. Allah sungguh mengandung ilmu yang sangat luas dan dalam;
bagaikan lautan yang menyimpan mutiara yang paling berharga dalam air yang
paling dalam.[2]
Fundamen dalam
pemikiran Islam bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu, termasuk pengetahuan
yakni bersumber dari Allah. Sehingga tujuan pengetahuan itu tidak lain adalah
kesadaran tentang Allah. Al-Qur’an, wahyu Allah menyatakan dalam sebuah cerita,
bahwa awal penciptaan Adam, Allah mengajarkan kepadanya tentang nama
benda-benda. Adam sebenarnya merupakan simbol manusia, dan “nama benda-benda”
berarti unsur-unsur pengetahuan, baik yang materi ataupun non-materi. Demikian
juga wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw mengandung perintah “Bacalah dengan nama Allah”. Perintah ini
mewajibkan orang untuk membaca, yakni pengetahuan harus dicari dan diperoleh
demi Allah. Ini berarti wawasan tentang Allah Yang Maha Suci merupakan fundamen
hakiki bagi pengetahuan.[3]
Keyakinan bahwa
al-Qur’an, wahyu Allah sebagai sumber utama bagi pengetahuan lebih komprehensif
daripada lainnya. Jika sumber yang lain hanya mengakui secara parsial, tidak
demikian bagi al-Qur’an. Al-Qur’an mengakui sumber rasional-deduktif, telah
banyak disebutkannya. Seperti “afala ta’qilun”, “afala tubsirun”, dan
sebagainya. Al-Qur’an juga mengakui empirisme-induktif, banyak disebutkannya.
Seperti penciptaan unta, langit, gunung dan bumi, penciptaan tumbuh-tumbuhan,
perintah memperhatikan apa-apa yang ada di langit dan bumi, dan sebagainya.
Demikian juga sumber intuisi dan sebangsanya dapat diraih melalui penyucian
hati. Para ilmuwan Muslim menekankan perlunya tazkiyah al-nafs untuk memperoleh
hidayah Allah, karena sadar atas kebenaran firman-Nya.[4]
Didalam al-qur’an
banyak sekali ayat-ayat yang memiliki kandungan mengenai Ilmu Pengetahuan,
bahkan tertulis pula bahwa Allah akan mengangkat derajad orang-orang yang
berilmu, dalam makalah ini, pemakalah memberikan salahsatu contoh ayat sebagai
berikut:
Q. S. Ar-Rahman
[55] : 1-4
الرَّحْمَنُ (١) عَلَّمَ
الْقُرْآنَ (٢) خَلَقَ الإنْسَانَ
(٣) عَلَّمَهُ
الْبَيَانَ (٤)
Artinya: (1) (tuhan) yang Maha pemurah, (2) yang
telah mengajarkan Al Quran. (3) Dia menciptakan manusia. (4) mengajarnya pandai
berbicara.
Makna mufradat:
الرَّحْمَنُ yang maha pemurah lagi maha penyayang :
عَلَّمَ الْقُرْآنَ (telah
mengajarkan) kepada siapa yang
dikehendaki :
خَلَقَ الإنْسَانَ dia menciptakan manusia :
عَلَّمَهُ الْبَيَانَ Mengajarinya pandai berbicara :
Tafsiran:
الرَّحْمَنُ
Arti dari Ar-Rahman adalah amat luas, kalimat dalam
pengambilannya ialah Rahmat. Yang berarti kasih, sayang, cinta, pemurah.
Dia meliputi kepada segala segi dari kehidupan manusia dan terbentang didalam
segala makhluk yang wujud dalam dunia ini.
Apabila kita perhatikan dalam Al-qur’an, maka akan kita
jumpai hampir pada tiap-tiap halaman kalimat-kalimat rohman, rohim, rahmat,
rahmati, rohimi, ruhamaak, arhamah, dan al-arham yang semuanya itu mengandung
arti kasih, sayang, pemurah, kesetiaan, dan lain-lain.
عَلَّمَ
الْقُرْآنَ
Inilah salah satu bentuk dari Rahman, atau kasih
sayang Allah kepada manusia, yaitu diajarkan kepada manusia itu al-qur’an,
yaitu wahyu ilahi yang diwahyukan kepada nabi-Nya Muhammad SAW. Yang dengan
sebab Al-qur’an itu manusia dikeluarkan dari gelap gulita kepada terang
benderang dan dibawa kepada jalan yang lurus. Maka datangnya pelajaran
Al-qur’an kepada manusia itu yakni sebagai penggenapan kasih Allah.
Rahmat ilahi yang utama adalah ilmu pengetahuan yang dianugerahkan
Allah kepada kita manusia. Mengetahui itu adalah suatu kebahagiaan, apalagi
kalau yang diketahui itu adalah Al-Qur’an.
Dan oleh karena surat ini menyebut nyebut tentang
nikmat-nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya, maka
terlebih dahulu Allah menyebutkan nikmat yang merupakan nikmat yang besar
kedudukannya dan terbanyak manfaatnya, bahkan paling sempurna faidahnya, yaitu
nikmat diajarkannya Al-qur’an. Karena dengan mengikuti Al-Qur’an maka
diperolehlah kebahagiaan didunia dan diakhirat, lalu diperolehlah segala
keinginan.
خَلَقَ
الإنْسَانَ
Dia telah menciptakan manusia dan mengajarinya
mengungkapkan apa yang terlintas dalam hatinya dan terbetik dalam sanubarinya.
Sekiranya tidak demikian, maka Nabi Muhammad Saw takkan dapat mengajarkan Al-Qur’an
kepada umatnya. Penciptaan manusia pun adalah satu diantara tanda Rahman Tuhan
kepada alam ini. Sebab diantara begitu banyak makhluk Ilahi didalam alam,
manusia lah satu-satunya makhluk yang paling mulia dan paling baik bentuknya.
Sebagaimana firman Allah:
ô0s)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þ Îû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya .”
Maka terbentanglah alam luas ini dengan seisinya,
sehingga manusia dapat tinggal dan berdiam diatasnya. Dan Allah menambah
Rahmat-Nya kepada manusia dengan memberikan akal serta fikiran kepada mereka.
Dengan akal dan fikiran tersebut manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan
alam. Hujan turun dan air mengalir, lalu manusia membuat sawah. Jarak diantara
satu bagian dunia dengan bagian dunia yang lain amat jauh.bahkan seperlima
dunia adalah tanah daratan, sedang empat perlima lautan yang luas.
Manusia dengan akal budinya menembus jarak dan perpisahan
yang jauh tadi membuat bahtera dan kapal untuk menghubungkannya satu dengan
yang lain. Di antara begitu banyak makhluk Tuhan di dalam dunia ini, manusialah
yang dikaruniai perkembangan akal dan fikiran, sehingga timbullah pepatah terkenal, bahwasanya tabiat
manusia itu ialah hidup yang lebih maju.
عَلَّمَهُ
الْبَيَانَ
Barulah Rahman Allah kepada manusia tadi lebih sempurna
lagi, karena manusiapun diajar oleh Tuhan menyatakan perasaan hatinya dengan
kata-kata. Itulah yang ada di dalam
bahasa Arab tersebut “Al Bayan”, yaitu menjelaskan, menerangkan apa yang terasa
di hati, sehingga timbullah bahasa-bahasa. Kita pun sudah sama maklum bagaimana
pentingnya kemajuan bahasa karena kemajuan Ilmu Pengetahuan. Suatu bangsa yang
lebih maju, terutama dilihat orang dalam kesanggupannya memakai bahasa, memakai
bicara.
Al-maraghi menambahkan, Allah swt menciptakan manusia serta
mengajarinya mengungkapkan apa yang terlintas di sanubari melalui kata-kata.
Manusia merupakan makhluk social menurut tabiatnya yang tak bisa hidup kecuali
bermasyarakat dengan sesamanya maka untuk menyambung hasrat tersebut dikukuhkan
bahasa dan menulis sebagai perpanjangan kata.[5]
Alangkah malang yang tidak sanggup memakai lidahnya untuk
merasakan perasaan hatinya, “bagai orang bisu bermimpi” kemana dan bagaiman dia
akan menerangkan mimpinya? Oleh sebab itu jelaslah bahwa pemakaian bahasa
adalah salah satu diantara Rahman Allah juga di muka bumi ini. Beribu-ribu
sampai berjuta-juta buku-buku yang dikarang, dalam beratus ragam bahasa,
semuanya menyatakan apa yang terasa di hati sebagai hasil penyelidikan,
pengalaman, dan kemajuan hidup.
Al-hasan mengatakan yang di maksud dengan al-bayan di sini
adalah pengujaran, yaitu membaca al-qur’an. Pembacaan itu dengan memudahkan
pengujaran kepada hamba-Nya dan memudahkan dalam mengartikulasikan huruf-huruf
dari daerah-daerah artikulator , yaitu tenggorokan, lidah dan bibir sesuai
dengan keragaman artikulasi dan jenis hurufnya.
Penjelasan ayat tersebut adalah sebagai berikut:
Ayat ini menjelaskan tentang rahmat Allah swt kepada manusia.
Terbukti bahwa Allah swt memberikan pengajaran kepada mereka sehingga dapat
melanjutkan kehidupan, bentuk pengajaran yang diberikan Allah swt kepada
manusia adalah mampunya mereka menyusun kata-kata yang tersirat dalam hati
sehingga sehingga mereka dapat menyanpaikan sesuatu yang tersimpan di hati. Di
samping itu Allah swt juga memberikan kemampuan pada orang lain dalam memahami kata-kata.
Kesemua pelajaran ini terlebih dahulu diajarkan Allah swt
kepada Nabi Muhammad saw melalui wahyunya (Al-Qur’an) baru setelah itu di oleh
Nabi saw diajarkan kepada umatnya. Dan manusia dengan kelebihannya dalam
berfikir mengembangkannya menjadi sebuah ilmu pengetahuan.
Sebuah riwayat menyatakan bahwa Nabi saw bersabda:
عن بريدة عن ابي
هريرة عن ابي موسى رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قل: المؤمن للمؤمن
كالبنيان يشد بضه بعضا وشبك بين اصابعه
“dari buraidah, dari abi
hurairah, dari abi musa r.a, dari Nabi saw, ia bersabda: “Mukmin sesama mukmin
ibarat bangunan yang saling mengokohkan satu sama lainnya”
Makna yang terkandung didalam hadist ini adalah menjalin atau
memperkuat hubungan silaturrahmi merupakan keharusan bagi umat mukmin karena sesungguhnya
mereka seumpama anggota tubuh yang tidak bisa dipisahkan apabila, salah satu
anggota tubuh disakiti maka bagian lainnya pun turut merasakan sakitnya.Umat
islam yang dijelaskan didalam hadis tersebut dijelaskan merupakan subjek dalam
dunia pendidikan yaitu orang yang mengembangkan pengetahuannya untuk orang lain
atau suri teladan bagi yang lainnya.
Melalui uraian ayat dan hadis diatas, jelaslah bahwa Allah
swt merupakan sumber utama dalam dunia pendidikan Islam dan tanpa ridho-Nya
manusia tidak akan mampu meneruskan kehidupan di dunia, karena tidak memiliki
pengetahuan. Selain itu manusia (mukmin) pun dipandang sebagai sumber/subjek
dalam setiap aktivitas termasuk peranannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
karena melalui perbuatannyalah manusia lain dapat mempraktekkan pengetahuannya.
Disamping itu kebanyakan manusia baru terangsang untuk melaksanakan perbuatan
tersebut apabila ia melihat langsung pelaksanaanya diwujudkan oleh orang lain
yang dipandang cakap dan pantas untuk ditiru atau di contoh. Namun kesemuanya
tetap harus berpulang kepada Allah swt karena Dia-lah sumber pengetahuan
manusia.
Dengan demikian selain Allah swt sebagai sumber atau subjek
tertinggi maka manusia pun dapat dijadikan sebagai sumber atau subjek dalam
pendidikan Islam. Mukmin yang menanamkan nilai-nilai Islam dalam dirinya akan
dijadikan contoh terbaik bagi manusia lainnya. Tentunya diharapkan bagi yang
beriman akan menambah tingkat keimanan dan ketaqwaannya pada Allah swt.
Sementara bagi yang nonmukmin diharapkan akan merangsangnya untuk beriman
kepada Allah swt.
Secara nyata atau berdasarkan fenoma yang ada manusia
umumnya, lebih cenderung atau lebih
mudah menerima pendidikan (ajaran) apabila melihat langsung kepada sosok
(praktek langsung yang dilakukan manusia lain) yang dapat dijadikannya contoh
nyata. Dalam dunia Islam uswatun yang dijadikan patokan dalam beribadah atau
beramal adalah Nabi Muhammad saw, beserta keluarganya dan para sahabatnya.
C.
Kaitan
Al-Qur’an dengan Ilmu Pengetahuan dan Sains
Dari beberapa pembahasan diatas sangat jelas dikatakan
bahwa ilmu pengetahuan, apapun cabang ilmunya pastilah bersumberkan kepada
Al-quran. Pernyataan ini tidaklah berlebihan, karena salah satu standar sebuah
kitab dapat dikatakan sebagai wahyu atau bersumber dari Allah SWT adalah
kebenaran atau kelogisan isi kandungan dari kitab tersebut, isi kandungannya
haruslah bersifat universal atau menyeluruh, baik untuk seluruh alam maupun
secara historis harus lah dapat dijadikan sandaran sepanjang zaman. nilai-nilai Qur’ani, yaitu nilai yang bersumber kepada
al-Qur’an adalah kuat, karena ajaran al-Qur’an bersifat mutlak dan universal.[6]
Lalu hal ini akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana
dengan Al-quran, apakah isi kandungan Al-quran logis dan bersifat universal?
tentu, telah sangat banyak fakta fakta yang tertuang di dalam Al-quran yang
telah di buktikan baik dengan cara tradisional masa lampau maupun dengan cara
ilmu pengetahuan modern terkini. Sebagai contoh adalah Proses
pembentukan janin didalam rahim yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Q.S Al-Mukminun Ayat 12-14:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ
مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ (١٢)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ
(١٣)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً
فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ
أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (١٤)
Artinya: (12) “dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (13)
kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). (14)
kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik.”
1.
Tahap
pertama
Nutfah : yaitu tahap pertama selepas pencampuran
antara sel sperma dan sel telur atau minggu pertama (Q.S Al-Insaan : 2):
إِنَّا خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ
نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan
perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat”.
Menurut Ibn Jurair al-Tabari, asal perkataan nutfah ialah
nutf artinya air yang sedikit yang terdapat di dalam sesuatu wadah, tabung dan
sebagainya. Sementara perkataan amsyaj berasal dari perkataan masyj yang
berarti pencampuran. Berdasarkan makna kata tersebut maksud ayat di atas
ialah sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan manusia dari air mani lelaki dan
air mani perempuan.
Dari nutfah inilah Allah menciptakan anggota-anggota yang
berlainan , tingkah laku yang berbeda serta menjadikan lelaki dan perempuan.
Dari nutfah lelaki akan terbentuknya saraf, tulang dan fakulti , dan dari
nutfah perempuan akan terbentuknya darah dan daging.
2.
Tahap
kedua
Alaqah : Proses pembentukan alaqah ialah
pada penghujung minggu pertama atau hari ketujuh . Pada hari ketujuh sel telur
yang telah dibuahai itu akan tertanam di dinding rahim (qarar makin). Selepas
itu nutfah berubah menjadi alaqah. (Q.S Almu’minuun14):
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ
عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا
فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ
اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (١٤)
Artinnya: “ kemudian air mani
itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”
Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan alaqah dengan makna
segumpal darah. Ini mungkin dibuat berasaskan pandangan mata kasar. Alaqah
sebenarnya suatu benda yang dibaliti oleh darah. Selain itu alaqah mempunyai
beberapa maksud yaitu : sesuatu yang bergantung atau melekat, pacat atau
lintah, gumpalan darah.
3.
Tahap
Ketiga
Mudghah :
Pembentukan mudghah dikatakan pada minggu keempat. Kata mudghah disebut
sebanyak dua kali di dalam al-Quran yaitu surah al-Hajj ayat 5 dan surah
al-Mukminun ayat 14
Pada tahap pembentukan otak, saraf tunjang, telinga dan
organ organ yang lain. Selain itu sistem pernafasan bayi sudah terbentuk.Vilus
yang tertanam di dalam otot-otot ibu kini mempunyai saluran darahnya sendiri.
Jantung bayi juga sudah berdetak. Untuk perkembangan seterusnya, darah mulai
mengalir dengan lebih banyak lagi untuk mensuplay oksigen dan makanan yang
cukup. Menjelang tujuh minggu sistem pernafasan bayi mulai berfungsi sendiri.
4.
Tahap
Keempat
Izam Dan Lahm : Pada
tahap ini yaitu minggu kelima, keenam dan ketujuh ialah tahap pembentukan
tulang yang mendahului pembentukan oto-otot. Apabila tulang belulang telah
dibentuk, otot-otot akan membungkus rangka tersebut.
Kemudian pada minggu ketujuh terbentuk pula satu sistem
yang kompleks. Pada tahap ini perut dan usus , seluruh saraf, otak dan tulang
belakang mulai terbentuk. Serentak dengan itu sistem pernafasan dan saluran
pernafasan dari mulut ke hidung dan juga ke pau-paru mulai kelihatan. Begitu
juga dengan organ pembiakan (kelamin), kalenjar, hati, buah, kantung air
kencing dan lain-lain terbentuk dengan lebih sempurna lagi. Kaki dan tangan
juga mula tumbuh. Begitu juga mata, telinga dan mulut semakin sempurna. Pada
minggu kedelapan semuanya telah sempurna dan lengkap.
5.
Tahap
Kelima
Nasy’ah Khalqan Akhar : Pada tahap ini yaitu menjelang
minggu kedelapan , beberapa perubahan lagi terjadi. Perubahan pada tahap ini
bukan lagi embrio tetapi sudah masuk ke peringkat janin.Pada bulan ketiga,
semua tulang janin telah terbentuk dengan sempurnanya Kuku-kukunya pun mulai
tumbuh. Pada tahap ini perubahan janin didalam kandungan hanya untuk
menyempurnakan semua anggota yang sudah terbentuk. Walaupun perubahan tetap
terjadi tetapi perubahannya hanya pada ukuran bayi saja.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Ilmu adalah bagian dari
pengetahuan yang diketahui manusia, di samping seni dan agama.
·
Intuisi merupakan
pengetahuan yang dihasilkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.
·
Wahyu merupakan pengetahuan
yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia
·
Nilai yang bersumber kepada al-Qur’an adalah kuat, karena
ajaran al-Qur’an bersifat mutlak dan universal.
·
Al-Qur’an mengakui sumber
rasional-deduktif, telah banyak disebutkannya. Seperti “afala ta’qilun”, “afala
tubsirun”, dan sebagainya. Al-Qur’an juga mengakui empirisme-induktif, banyak
disebutkannya. Seperti penciptaan unta, langit, gunung dan bumi, penciptaan
tumbuh-tumbuhan, perintah memperhatikan apa-apa yang ada di langit dan bumi, dan
sebagainya.
B.
Saran
Pemakalah
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini pemakalah memiliki kekuranagan dan makalh ini masih
jauh dari kata sempurna, untuk itu pemakalah sangat membutuhkan saran dari
Bapak dosen selaku pembimbing dalam mata kuliah ini, untuk bisa dijadikan acuan
untuk pembuatan makalah dikemidan hari.
[1] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,(Jakarta:
Sinar Harapan 1985) hal. 104-106.
[2]Azyumardi Azra, PendidikanIslam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenuim Baru, (Jakarta:Kalimah.2001) hal. 43
[3] C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam,
terj. Hasan Basri (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1989). hal. 5-6.
[4] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan. 1996).
hal. 438.
[5] Syekh Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi.
(Semarang: Toha Putra. 1989) hal. 200
[6]
Abuddin Nata, Manjemen Pendidikan: mengatasi
kelemahan pendidikan Islam di Indonesia, (Bogor: Kencana, 2003). Hal. 103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar