Sabtu, 21 Desember 2013

Al-Qur'an sebagai Sumber Ilmu

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Manusia adalah makhluk yng paling sempurna diciptakan oleh Allah, manusia beruntung diberikan kelebihan akal/pikiran yang membuat manusia mampu mengungkapkan apa  yang ada didalam hati dan pikiran mereka, dalam berpikir tersebut mereka mendapatkan Ilmu. Umat islam diberikan suatu anugerah yang besar yaitu wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang menjadi petunjuk bagi umat Islam yaitu Al-Qur’an.
Al- Qur’an adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetuhan, sejauh mana keabsahan ilmu harus diukur standarnya adalah Al-Qur’an. Ia adalah buku induk ilmu pengetahuan, di mana tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan, semuanya telah terkafer di dalamnya yang mengatur berbagai asfek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (Hablum minallah); sesama manusia (Hablum minannas); alam, lingkungan, ilmu akidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama, umum dan sebagaianya.
Lalu bagaimanakah kandungan ilmu pengetahuan dalam al-qur’an serta apakah ilmu tersebut tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan sains modern yang terus berkembang, hal itu selanjutnya akan dibahas dalam makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Ilmu Pengetahuan
2.      Al-Qur’an Sebagai Sumber Ilmu
3.      Hubungan Al-Qur’an Dengan Ilmu Pengetahuan dan Sains





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia, di samping seni dan agama. Pengetahuan merupakan sumber jawaban atas berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Maka perlu diketahui terhadap pengetahuan mana suatu pertanyaan tertentu harus diajukan. Jika orang bertanya : “Apakah yang akan terjadi setelah manusia meninggal?”, maka pertanyaan itu tidak dapat diajukan kepada ilmu, melainkan kepada agama. Sebab, secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia. Sedang agama memasuki pula wilayah penjelajahan yang bersifat transendental yang berada di luar pengalaman manusia. Sehingga setiap jenis pengetahuan memiliki ciri-ciri yang spesifik tentang “apa, bagaimana dan untuk apa” (ontologi, epistemologi dan aksiologi), ketiga hal ini saling berkaitan.
Pengetahuan ilmiah atau ilmu sebagai alat bagi manusia untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya. Pemecahan itu pada dasarnya adalah meramalkan dan mengontrol gejala alam. Maka penelaahan ilmiah diarahkan untuk mendapatkan penjelasan tentang berbagai fenomena alam. Penjelasan ini diarahkan terhadap deskripsi tentang hubungan berbagai faktor yang terkait dalam konstelasi yang menyebabkan timbulnya sebuah fenomena dan proses terjadinya fenomena itu.
Seperti, mengapa secangkir kopi diberi gula menjadi manis rasanya, bukan mendeskripsikan betapa manisnya secangkir kopi yang diberi gula itu. Ilmu mencoba mengembangkan dunia empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variabel yang terikat dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional. Sedang seni mencoba mendeskripsikan sebuah fenomena dengan sepenuh maknanya dan menjadi bermakna bagi pencipta dan yang meresapinya.[1]

Upaya untuk menjelaskan fenomena alam telah dilakukan sejak dahulu kala dengan memperhatikan berbagai kekuatan alam, seperti hujan, banjir, gempa dan sebagainya. Mereka merasa tak berdaya dalam menghadapi yang dianggapnya merupakan kekuatan luar biasa. Kemudian mereka coba dengan mengaitkan dengan makhluk luar biasa pula, dan berkembanglah berbagai mitos tentang para dewa dengan berbagai kesaktian dan perangainya, sehingga muncul dewa-dewa pemarah, pendendam, cinta dan sebagainya. Mereka mengontrol alam sesuai dengan pengetahuannya dengan memberikan berbagai macam sesaji. Perkembangan selanjutnya, mereka mencoba menafsirkan fenomena fisik dengan pengembangan penafsiran tertentu, kemudian mempunyai pegangan tertentu, betapa pun primitifnya. Bukan saja mengerti mengapa sesuatu terjadi, tetapi yang lebih penting adalah agar sesuatu itu tidak terjadi.
Tahap berikutnya, mereka mencoba menafsirkan dunia ini terlepas dari mitos dengan mengembangkan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis, seperti membuat tanggul. Maka berkembanglah pengetahuan yang berpangkal pada pengalaman berdasarkan akal sehat dengan metode trial and error, yang kemudian menimbulkan pengetahuan yang disebut “applied arts” yang mempunyai kegunaan langsung dalam kehidupan sehari-hari, di samping “fine arts” untuk memperkaya spiritual. Yang terakhir ini lebih berkembang di Timur, karena filsafatnya yang penting adalah berpikir etis yang menghasilkan wisdom.
Betapa pun primitifnya suatu peradaban, masih saja memiliki kumpulan pengetahuan akal sehat, yang sangat penting untuk menemukan berbagai fenomena alam. Maka tumbuhlah rasionalisme yang kritis mempermasalahkan pikiran yang bersifat mitos yang mencoba menemukan kebenaran secara analisis kritis, yang kemudian menimbulkan berbagai pendapat dan aliran filsafat. Rasionalisme dengan sistem pemikiran deduktifnya sering menghasilkan implikasi yang benar dari akurasi logikanya. Tetapi, dapat juga tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan realitas empiriknya. Seperti, Aristoteles menyimpulkan bahwa gigi wanita lebih sedikit dari pria, Bertrand Russell bergumam orang seperti dia yang kawin dua kali seharusnya lebih tahu tentang itu.
Reaksi atas kelemahan rasionalisme itu menimbulkan empirisme yang meyakini bahwa pengetahuan yang benar jika dihasilkan dari sentuhan indrawi, maka berkembanglah cara berpikir yang menjauhi spekulasi teoritis dan metafisis. Bagi David Hume (1711-1776), metafisika adalah hayal dan dibuat-buat bagaikan lidah api yang menjilat. Meskipun empirisme berdasarkan sentuhan indrawi menggunakan sistem berpikir induktif, ternyata tidak lepas dari kelemahan. Yakni, atas dasar apa dapat menghubungkan berbagai fenomena/fakta dalam hubungan kausalitas. Bagaimana hubungan fakta rambut keriting berkorelasi dengan rendahnya intelektual seseorang sebagai hubungan kausalitas.
Untuk mendamaikan dua sistem pemikiran tersebut, maka berkembanglah metode eksperimen yang merupakan jembatan antara penjelasan teoritis dari rasional dengan pembuktian secara empiris. Metode eksperimen dikembangkan oleh sarjana-sarjana Muslim pada abad keemasan Islam ketika ilmu dan pengetahuan lainnya mencapai puncaknya antara abad IX dan XII M. Eksperimen ini dimulai oleh ahli-ahli kimia yang mungkin semula terdorong oleh tujuan untuk mendapatkan “obat awet muda” dan “rumus membuat emas dari logam biasa” yang lambat laun menjadi paradigma ilmiah. Metode eksperimen ini diperkenalkan di Barat oleh Roger Bacon (1214-1294) kemudian dimantapkan sebagai paradigma ilmiah oleh Francis Bacon (1561-1626). Tegasnya, secara konseptual metode eksperimen dikembangkan oleh sarjana Muslim dan secara sosiologis dimasyarakatkan oleh Francis Bacon, sekali pun Francis Bacon tidak pernah menyebut pendahulunya. Briffault, dalam bukunya The Making of Humanity yang dinukil oleh M. Iqbal mengakui bahwa bangsa Arab merupakan perintis metode ilmiah. Roger Bacon maupun sesamanya (Francis Bacon) tidak berhak sebagai orang-orang yang telah memperkenalkan metode eksperimental. Roger Bacon tidak lebih daripada seorang rasul ilmu pengetahuan dan metode Muslim ke Eropa Kristiani. Menjelang zaman Bacon, metode eksperimental bangsa Arab tersebut telah tersebar luas dan ditekuni di seluruh benua Eropa. Meskipun demikian, metode eksperimen masih saja merupakan fenomena empiris. Di samping rasionalisme dan empirisme, terdapat cara lain untuk menghasilkan pengetahuan, yakni intuisi dan wahyu.
Intuisi merupakan pengetahuan yang dihasilkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang memikirkan sesuatu masalah secara tiba-tiba menemukan jawabannya dan diyakini atas kebenarannya, namun tidak bisa menjelaskan bagaimana caranya dapat sampai ke sana. Karena intuisi sangat personal dan tidak bisa diramalkan, maka ia tidak bisa diandalkan untuk menyusun ilmu pengetahuan yang teratur. Ia hanya dapat digunakan sebagai hipotesis bagi analisis berikutnya untuk menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Aktifitas intuitif dan analitik dapat bekerja saling membantu untuk menemukan kebenaran.
Sedang wahyu, merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini didasarkan atas hal-hal yang supernatural (ghaib) dan merupakan pangkal dalam agama. Sehingga suatu pernyataan harus diyakini terlebih dahulu, bisa saja kemudian dikaji dengan metode lain. Secara rasional, umpamanya apakah pernyataan-pernyataan yang dikandungnya bersifat konsisten atau tidak. Sebaliknya, secara empiris dapat dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan itu atau tidak. Tegasnya, agama dimulai dengan rasa percaya, setelah dikaji kepercayaan itu bisa meningkat atau menurun. Sebaliknya, pengetahuan lain seperti ilmu, bertolak dari rasa tidak percaya (ragu) setelah dikaji secara ilmiah bisa menjadi yakin atau tetap seperti semula.

B.     Al-Qur’an Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan
Al-Qur’an pada hakikatnya merupakan miniatur dari Kemahaluasan ilmu Allah yang tak tertandingi. Maka, ketika manusia mencoba memahami dirinya sendiri kemudian berpindah kepada pemahaman selain dirinya, termasuk jagat raya, ia benar-benar menyadari keterbatasan kemampuannya. Begitulah perbandingan antara ilrnu Allah dan kemampuan manusia untuk memahaminya. Allah sungguh mengandung ilmu yang sangat luas dan dalam; bagaikan lautan yang menyimpan mutiara yang paling berharga dalam air yang paling dalam.[2]

Fundamen dalam pemikiran Islam bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu, termasuk pengetahuan yakni bersumber dari Allah. Sehingga tujuan pengetahuan itu tidak lain adalah kesadaran tentang Allah. Al-Qur’an, wahyu Allah menyatakan dalam sebuah cerita, bahwa awal penciptaan Adam, Allah mengajarkan kepadanya tentang nama benda-benda. Adam sebenarnya merupakan simbol manusia, dan “nama benda-benda” berarti unsur-unsur pengetahuan, baik yang materi ataupun non-materi. Demikian juga wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw mengandung perintah  “Bacalah dengan nama Allah”. Perintah ini mewajibkan orang untuk membaca, yakni pengetahuan harus dicari dan diperoleh demi Allah. Ini berarti wawasan tentang Allah Yang Maha Suci merupakan fundamen hakiki bagi pengetahuan.[3]
Keyakinan bahwa al-Qur’an, wahyu Allah sebagai sumber utama bagi pengetahuan lebih komprehensif daripada lainnya. Jika sumber yang lain hanya mengakui secara parsial, tidak demikian bagi al-Qur’an. Al-Qur’an mengakui sumber rasional-deduktif, telah banyak disebutkannya. Seperti “afala ta’qilun”, “afala tubsirun”, dan sebagainya. Al-Qur’an juga mengakui empirisme-induktif, banyak disebutkannya. Seperti penciptaan unta, langit, gunung dan bumi, penciptaan tumbuh-tumbuhan, perintah memperhatikan apa-apa yang ada di langit dan bumi, dan sebagainya. Demikian juga sumber intuisi dan sebangsanya dapat diraih melalui penyucian hati. Para ilmuwan Muslim menekankan perlunya tazkiyah al-nafs untuk memperoleh hidayah Allah, karena sadar atas kebenaran firman-Nya.[4]
Didalam al-qur’an banyak sekali ayat-ayat yang memiliki kandungan mengenai Ilmu Pengetahuan, bahkan tertulis pula bahwa Allah akan mengangkat derajad orang-orang yang berilmu, dalam makalah ini, pemakalah memberikan salahsatu contoh ayat sebagai berikut:
Q. S. Ar-Rahman [55] : 1-4
الرَّحْمَنُ (١) عَلَّمَ الْقُرْآنَ  (٢) خَلَقَ الإنْسَانَ  (٣) عَلَّمَهُ الْبَيَانَ (٤)
Artinya: (1) (tuhan) yang Maha pemurah, (2) yang telah mengajarkan Al Quran. (3) Dia menciptakan manusia. (4) mengajarnya pandai berbicara.

Makna mufradat:
الرَّحْمَنُ yang maha pemurah lagi maha penyayang       :                  
عَلَّمَ الْقُرْآنَ (telah mengajarkan)  kepada siapa yang dikehendaki      :               
خَلَقَ الإنْسَانَ  dia menciptakan manusia     :            
عَلَّمَهُ الْبَيَانَ   Mengajarinya pandai berbicara      :             
Tafsiran:
الرَّحْمَنُ
Arti dari Ar-Rahman adalah amat luas, kalimat dalam pengambilannya ialah Rahmat. Yang berarti kasih, sayang, cinta, pemurah. Dia meliputi kepada segala segi dari kehidupan manusia dan terbentang didalam segala makhluk yang wujud dalam dunia ini.
Apabila kita perhatikan dalam Al-qur’an, maka akan kita jumpai hampir pada tiap-tiap halaman kalimat-kalimat rohman, rohim, rahmat, rahmati, rohimi, ruhamaak, arhamah, dan al-arham yang semuanya itu mengandung arti kasih, sayang, pemurah, kesetiaan, dan lain-lain.
عَلَّمَ الْقُرْآنَ
Inilah salah satu bentuk dari Rahman, atau kasih sayang Allah kepada manusia, yaitu diajarkan kepada manusia itu al-qur’an, yaitu wahyu ilahi yang diwahyukan kepada nabi-Nya Muhammad SAW. Yang dengan sebab Al-qur’an itu manusia dikeluarkan dari gelap gulita kepada terang benderang dan dibawa kepada jalan yang lurus. Maka datangnya pelajaran Al-qur’an kepada manusia itu yakni sebagai penggenapan kasih Allah. Rahmat ilahi yang utama adalah ilmu pengetahuan yang dianugerahkan Allah kepada kita manusia. Mengetahui itu adalah suatu kebahagiaan, apalagi kalau yang diketahui itu adalah Al-Qur’an.
Dan oleh karena surat ini menyebut nyebut tentang nikmat-nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya, maka terlebih dahulu Allah menyebutkan nikmat yang merupakan nikmat yang besar kedudukannya dan terbanyak manfaatnya, bahkan paling sempurna faidahnya, yaitu nikmat diajarkannya Al-qur’an. Karena dengan mengikuti Al-Qur’an maka diperolehlah kebahagiaan didunia dan diakhirat, lalu diperolehlah segala keinginan.
خَلَقَ الإنْسَانَ
Dia telah menciptakan manusia dan mengajarinya mengungkapkan apa yang terlintas dalam hatinya dan terbetik dalam sanubarinya. Sekiranya tidak demikian, maka Nabi Muhammad Saw takkan dapat mengajarkan Al-Qur’an kepada umatnya. Penciptaan manusia pun adalah satu diantara tanda Rahman Tuhan kepada alam ini. Sebab diantara begitu banyak makhluk Ilahi didalam alam, manusia lah satu-satunya makhluk yang paling mulia dan paling baik bentuknya. Sebagaimana firman Allah:
ô0s)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þ Îû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ  
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .”
Maka terbentanglah alam luas ini dengan seisinya, sehingga manusia dapat tinggal dan berdiam diatasnya. Dan Allah menambah Rahmat-Nya kepada manusia dengan memberikan akal serta fikiran kepada mereka. Dengan akal dan fikiran tersebut manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan alam. Hujan turun dan air mengalir, lalu manusia membuat sawah. Jarak diantara satu bagian dunia dengan bagian dunia yang lain amat jauh.bahkan seperlima dunia adalah tanah daratan, sedang empat perlima lautan yang luas.
Manusia dengan akal budinya menembus jarak dan perpisahan yang jauh tadi membuat bahtera dan kapal untuk menghubungkannya satu dengan yang lain. Di antara begitu banyak makhluk Tuhan di dalam dunia ini, manusialah yang dikaruniai perkembangan akal dan fikiran, sehingga  timbullah pepatah terkenal, bahwasanya tabiat manusia itu ialah hidup yang lebih maju.
عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
Barulah Rahman Allah kepada manusia tadi lebih sempurna lagi, karena manusiapun diajar oleh Tuhan menyatakan perasaan hatinya dengan kata-kata.  Itulah yang ada di dalam bahasa Arab tersebut “Al Bayan”, yaitu menjelaskan, menerangkan apa yang terasa di hati, sehingga timbullah bahasa-bahasa. Kita pun sudah sama maklum bagaimana pentingnya kemajuan bahasa karena kemajuan Ilmu Pengetahuan. Suatu bangsa yang lebih maju, terutama dilihat orang dalam kesanggupannya memakai bahasa, memakai bicara.
Al-maraghi menambahkan, Allah swt menciptakan manusia serta mengajarinya mengungkapkan apa yang terlintas di sanubari melalui kata-kata. Manusia merupakan makhluk social menurut tabiatnya yang tak bisa hidup kecuali bermasyarakat dengan sesamanya maka untuk menyambung hasrat tersebut dikukuhkan bahasa dan menulis sebagai perpanjangan kata.[5]
Alangkah malang yang tidak sanggup memakai lidahnya untuk merasakan perasaan hatinya, “bagai orang bisu bermimpi” kemana dan bagaiman dia akan menerangkan mimpinya? Oleh sebab itu jelaslah bahwa pemakaian bahasa adalah salah satu diantara Rahman Allah juga di muka bumi ini. Beribu-ribu sampai berjuta-juta buku-buku yang dikarang, dalam beratus ragam bahasa, semuanya menyatakan apa yang terasa di hati sebagai hasil penyelidikan, pengalaman, dan kemajuan hidup.
Al-hasan mengatakan yang di maksud dengan al-bayan di sini adalah pengujaran, yaitu membaca al-qur’an. Pembacaan itu dengan memudahkan pengujaran kepada hamba-Nya dan memudahkan dalam mengartikulasikan huruf-huruf dari daerah-daerah artikulator , yaitu tenggorokan, lidah dan bibir sesuai dengan keragaman artikulasi dan jenis hurufnya.
Penjelasan ayat tersebut adalah sebagai berikut:
Ayat ini menjelaskan tentang rahmat Allah swt kepada manusia. Terbukti bahwa Allah swt memberikan pengajaran kepada mereka sehingga dapat melanjutkan kehidupan, bentuk pengajaran yang diberikan Allah swt kepada manusia adalah mampunya mereka menyusun kata-kata yang tersirat dalam hati sehingga sehingga mereka dapat menyanpaikan sesuatu yang tersimpan di hati. Di samping itu Allah swt juga memberikan kemampuan pada orang lain dalam memahami kata-kata.

Kesemua pelajaran ini terlebih dahulu diajarkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw melalui wahyunya (Al-Qur’an) baru setelah itu di oleh Nabi saw diajarkan kepada umatnya. Dan manusia dengan kelebihannya dalam berfikir mengembangkannya menjadi sebuah ilmu pengetahuan.

Sebuah riwayat menyatakan bahwa Nabi saw bersabda:
عن بريدة عن ابي هريرة عن ابي موسى رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قل: المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بضه بعضا وشبك بين اصابعه
“dari buraidah, dari abi hurairah, dari abi musa r.a, dari Nabi saw, ia bersabda: “Mukmin sesama mukmin ibarat bangunan yang saling mengokohkan satu sama lainnya”
Makna yang terkandung didalam hadist ini adalah menjalin atau memperkuat hubungan silaturrahmi merupakan keharusan bagi umat mukmin karena sesungguhnya mereka seumpama anggota tubuh yang tidak bisa dipisahkan apabila, salah satu anggota tubuh disakiti maka bagian lainnya pun turut merasakan sakitnya.Umat islam yang dijelaskan didalam hadis tersebut dijelaskan merupakan subjek dalam dunia pendidikan yaitu orang yang mengembangkan pengetahuannya untuk orang lain atau suri teladan bagi yang lainnya.
Melalui uraian ayat dan hadis diatas, jelaslah bahwa Allah swt merupakan sumber utama dalam dunia pendidikan Islam dan tanpa ridho-Nya manusia tidak akan mampu meneruskan kehidupan di dunia, karena tidak memiliki pengetahuan. Selain itu manusia (mukmin) pun dipandang sebagai sumber/subjek dalam setiap aktivitas termasuk peranannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan karena melalui perbuatannyalah manusia lain dapat mempraktekkan pengetahuannya. Disamping itu kebanyakan manusia baru terangsang untuk melaksanakan perbuatan tersebut apabila ia melihat langsung pelaksanaanya diwujudkan oleh orang lain yang dipandang cakap dan pantas untuk ditiru atau di contoh. Namun kesemuanya tetap harus berpulang kepada Allah swt karena Dia-lah sumber pengetahuan manusia.

Dengan demikian selain Allah swt sebagai sumber atau subjek tertinggi maka manusia pun dapat dijadikan sebagai sumber atau subjek dalam pendidikan Islam. Mukmin yang menanamkan nilai-nilai Islam dalam dirinya akan dijadikan contoh terbaik bagi manusia lainnya. Tentunya diharapkan bagi yang beriman akan menambah tingkat keimanan dan ketaqwaannya pada Allah swt. Sementara bagi yang nonmukmin diharapkan akan merangsangnya untuk beriman kepada Allah swt.
Secara nyata atau berdasarkan fenoma yang ada manusia umumnya, lebih  cenderung atau lebih mudah menerima pendidikan (ajaran) apabila melihat langsung kepada sosok (praktek langsung yang dilakukan manusia lain) yang dapat dijadikannya contoh nyata. Dalam dunia Islam uswatun yang dijadikan patokan dalam beribadah atau beramal adalah Nabi Muhammad saw, beserta keluarganya dan para sahabatnya.

C.    Kaitan Al-Quran dengan Ilmu Pengetahuan dan Sains
Dari beberapa pembahasan diatas sangat jelas dikatakan bahwa ilmu pengetahuan, apapun cabang ilmunya pastilah bersumberkan kepada Al-quran. Pernyataan ini tidaklah berlebihan, karena salah satu standar sebuah kitab dapat dikatakan sebagai wahyu atau bersumber dari Allah SWT adalah kebenaran atau kelogisan isi kandungan dari kitab tersebut, isi kandungannya haruslah bersifat universal atau menyeluruh, baik untuk seluruh alam maupun secara historis harus lah dapat dijadikan sandaran sepanjang zaman. nilai-nilai Qur’ani, yaitu nilai yang bersumber kepada al-Qur’an adalah kuat, karena ajaran al-Qur’an bersifat mutlak dan universal.[6]
Lalu hal ini akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan Al-quran, apakah isi kandungan Al-quran logis dan bersifat universal? tentu, telah sangat banyak fakta fakta yang tertuang di dalam Al-quran yang telah di buktikan baik dengan cara tradisional masa lampau maupun dengan cara ilmu pengetahuan modern terkini. Sebagai contoh adalah  Proses pembentukan janin didalam rahim yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Q.S Al-Mukminun Ayat 12-14:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ (١٢)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (١٣)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (١٤)

Artinya: (12) dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (13) kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). (14) kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

1.      Tahap pertama
Nutfah : yaitu tahap pertama selepas pencampuran antara sel sperma dan sel telur atau minggu pertama (Q.S Al-Insaan : 2):
إِنَّا خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat”.
Menurut Ibn Jurair al-Tabari, asal perkataan nutfah ialah nutf artinya air yang sedikit yang terdapat di dalam sesuatu wadah, tabung dan sebagainya. Sementara perkataan amsyaj berasal dari perkataan masyj yang berarti pencampuran. Berdasarkan makna kata tersebut maksud ayat di atas ialah sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan manusia dari air mani lelaki dan air mani perempuan.
Dari nutfah inilah Allah menciptakan anggota-anggota yang berlainan , tingkah laku yang berbeda serta menjadikan lelaki dan perempuan. Dari nutfah lelaki akan terbentuknya saraf, tulang dan fakulti , dan dari nutfah perempuan akan terbentuknya darah dan daging.


2.      Tahap kedua
Alaqah : Proses pembentukan alaqah ialah pada penghujung minggu pertama atau  hari ketujuh . Pada hari ketujuh sel telur yang telah dibuahai itu akan tertanam di dinding rahim (qarar makin). Selepas itu nutfah berubah menjadi alaqah. (Q.S Almu’minuun14):

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (١٤)
Artinnya: “ kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan alaqah dengan makna segumpal darah. Ini mungkin dibuat berasaskan pandangan mata kasar. Alaqah sebenarnya suatu benda yang dibaliti oleh darah. Selain itu alaqah mempunyai beberapa maksud yaitu : sesuatu yang bergantung atau melekat, pacat atau lintah, gumpalan darah.

3.      Tahap Ketiga
Mudghah : Pembentukan mudghah dikatakan pada minggu keempat. Kata mudghah disebut sebanyak dua kali di dalam al-Quran yaitu surah al-Hajj ayat 5 dan surah al-Mukminun ayat 14
Pada tahap pembentukan otak, saraf tunjang, telinga dan organ organ yang lain. Selain itu sistem pernafasan bayi sudah terbentuk.Vilus yang tertanam di dalam otot-otot ibu kini mempunyai saluran darahnya sendiri. Jantung bayi juga sudah berdetak. Untuk perkembangan seterusnya, darah mulai mengalir dengan lebih banyak lagi untuk mensuplay oksigen dan makanan yang cukup. Menjelang tujuh minggu sistem pernafasan bayi mulai berfungsi sendiri.


4.      Tahap Keempat
Izam Dan Lahm : Pada tahap ini yaitu minggu kelima, keenam dan ketujuh ialah tahap pembentukan tulang yang mendahului pembentukan oto-otot. Apabila tulang belulang telah dibentuk, otot-otot akan membungkus rangka tersebut.
Kemudian pada minggu ketujuh terbentuk pula satu sistem yang kompleks. Pada tahap ini perut dan usus , seluruh saraf, otak dan tulang belakang mulai terbentuk. Serentak dengan itu sistem pernafasan dan saluran pernafasan dari mulut ke hidung dan juga ke pau-paru mulai kelihatan. Begitu juga dengan organ pembiakan (kelamin), kalenjar, hati, buah, kantung air kencing dan lain-lain terbentuk dengan lebih sempurna lagi. Kaki dan tangan juga mula tumbuh. Begitu juga mata, telinga dan mulut semakin sempurna. Pada minggu kedelapan semuanya telah sempurna dan lengkap.

5.      Tahap Kelima
Nasy’ah Khalqan Akhar : Pada tahap ini yaitu menjelang minggu kedelapan , beberapa perubahan lagi terjadi. Perubahan pada tahap ini bukan lagi embrio tetapi sudah masuk ke peringkat janin.Pada bulan ketiga, semua tulang janin telah terbentuk dengan sempurnanya Kuku-kukunya pun mulai tumbuh. Pada tahap ini perubahan janin didalam kandungan hanya untuk menyempurnakan semua anggota yang sudah terbentuk. Walaupun perubahan tetap terjadi tetapi perubahannya hanya pada ukuran bayi saja.










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
·         Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia, di samping seni dan agama.
·         Intuisi merupakan pengetahuan yang dihasilkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.
·         Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia
·         Nilai yang bersumber kepada al-Qur’an adalah kuat, karena ajaran al-Qur’an bersifat mutlak dan universal.
·         Al-Qur’an mengakui sumber rasional-deduktif, telah banyak disebutkannya. Seperti “afala ta’qilun”, “afala tubsirun”, dan sebagainya. Al-Qur’an juga mengakui empirisme-induktif, banyak disebutkannya. Seperti penciptaan unta, langit, gunung dan bumi, penciptaan tumbuh-tumbuhan, perintah memperhatikan apa-apa yang ada di langit dan bumi, dan sebagainya.


B.     Saran
Pemakalah menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini pemakalah  memiliki kekuranagan dan makalh ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu pemakalah sangat membutuhkan saran dari Bapak dosen selaku pembimbing dalam mata kuliah ini, untuk bisa dijadikan acuan untuk pembuatan makalah dikemidan hari.




[1] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,(Jakarta: Sinar Harapan 1985) hal. 104-106.
[2]Azyumardi Azra, PendidikanIslam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenuim Baru, (Jakarta:Kalimah.2001) hal. 43
[3] C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, terj. Hasan Basri (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1989).  hal. 5-6.
[4] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan. 1996). hal. 438.
[5] Syekh Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. (Semarang: Toha Putra. 1989) hal. 200
[6]  Abuddin Nata, Manjemen Pendidikan: mengatasi kelemahan pendidikan Islam di Indonesia, (Bogor: Kencana, 2003). Hal. 103

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarat Account Officer

Syarat Account Officer Ideal Seorang Account Officer (AO) adalah orang yang melakukan pemasaran dan penjualan kredit perbankan . d...