BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita sebagai umat islam perlu
memahami bahwa bahasa arab adalah bahasa Al Qur’an, yang harus kita kuasai
selaku sebagai seorang muslim atau muslimat. Maka dari itu, kita sebagai
umat Islam perlu sekali mengenali tata bahasa (grammar) Arab, untuk dapat
berbahasa arab dengan baik terlebih dahulu kita mempelajari tata cara bahasa
arab, diantaranya mengenai isim dhamir, na’at dan man’ut dan idhafah serta
masih banyak lagi tata cara bahasa arab yang lain.Dalam makalah ini akan
dibahas tentang isim dhamir dan pembagiannya, na’at dan man’ut dan Idhafah.
B. Rumusan Masalah
1. Isim Dhamir dan Pembagiannya
2. Na’at dan Man’ut (Sifat dan yang
disifati)
3. Idhafah
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Isim Dhamir dan Pembagiannya
Isim
dhamir adalah kata ganti, isim dhamir terbagi kepada dua jenis yaitu:
1. Isim dhamir zahir
yaitu kata ganti yang jelas atau nyata di
tampakkan dalam kalimat, isim dhamir zahir terbagi kepada dua macam, yaitu:
a. Munfasil (terpisah dengan kata yang lain),
isim ini terbagi lagi kepada:
1) Marfu’
مِثْلُ : لَكُمْ
دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِbagimu agamamu,
dan bagiku agamaku =
2) Mansub
مِثْلُ : إِيَّاكَ
نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
hanya kepada Engkaulah
Kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami mohon pertolongan
b. Muttashil (tersambung dengan kata yang
lain), terbagi kepada:
1) Marfu’
·
تَاءُالْفَاعِلُ,
مِثْلُ : ضَرَبْتُ الْكَلْبَ= saya
telah memukul anjing
·
اَلِفُ
الْاِ ثْنَيْنِ, مِثْلُ : دَخَلَا زَيْدُ وَعُمَرَ مِنَ الْفَصْلِ mereka berdua Zaid dan umar keluar dari kelas
·
وَاُوْ
جَمَاعَةْ, مِثْلُ : خَرَخُوْا هُمْ مِنَ الْمَسْخِدِ
mereka (laki-laki) keluar dari masjid =
2) Mansub
·
يَاءُ
الْمُتَكَلِّمُ, مِثْلُ : أَكْرَمَنِيْ dia
telah memuliakan aku =
·
نَاءُ
الْمُتَكَلِّمُ, مِثْلُ : أَكْرَمَنَاdia
telah memuliakan kami =
·
كَاافُ
الْمُحَاطَبِ, مِثْلُ : أَكْرَمَكَdia
telah memuliakanmu (laki-laki) =
·
هَاءُ
الْغَائِبِ, مِثْلُ : أَكْرَمَهُdia
telah memuliakannya (laki-laki) =
3) Majrur
·
يَاءُ
الْمُتَكَلِّمُ, مِثْلُ : هَذَا قَمِيْصِىini
bukuku =
·
نَاءُ
الْمُتَكَلِّمُ, مِثْلُ : هَذَا قَمِيْصُنَاini
buku kami =
·
كَ
الْمُتَكَلِّمُ, مِثْلُ : هَذَا قَمِيْصُكَini
bukumu (laki-laki) =
·
هُ
الْمُتَكَلِّمُ, مِثْلُ : هَذَا قَمِيْصُهُini
bukunya (laki-laki) =
2. Isim Dhamir Mustatir
Isim dhamir yaitu isim dhamir yang
“tersimpan”, dalam arti tidak tampak jelas tertulis.[1] adakalanya mustatir yang bersifat wajib dan
adakalanya mustatir yang bersifat jawaz.[2]
Dhamir (kata ganti) yang tidak tertulis secara nyata, tetapi disebutkan di
dalam menerjemahkannya. Dhamir yang seperti itu terdapat pada kalimat sebagaimana
berikut:
·
Bersifat
wajib:
·
اِقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ = bacalah
dengan (menyebut) nama tuhanmu
·
Bersifat
jaiz:
·
زَيْدٌ
يَقْرَأُالْقُرْاَنَ = Zaid sedang membaca
Al-Qur’an
B. Na’at dan Man’ut (Sifat dan yang
disifati)
Na’at
adalah isim yang mengikuti isim yang sebelumnya atau man’ut, dalam hal rafa’ nashab
dan jarrnya, serta ma’rifah dan nakirohnya. Man’ut artinya kata-kata benda yang
disipati. Yakni na’at itu mengikuti man’ut dalam hal:
1. Rafa’ jika man’ut itu marfu’
2. Nashab jika man’utnya manshub
3. Khafad jika man’utnya makhfud (majrur)
4. Ma’rifah jika man’utnya ma’rifah
5. Nakiroh jika man’utnya nakiroh.[3]
Ketentuan-Ketentuan Na’at:
1. Na’at harus mengikuti man’ut dari
sisi ta’yin (kejelasan) nya.
Contoh:
رَجَعَ طَالِبٌ مَاهِرٌ = (Seorang mahasiswa
yang pandai telah kembali)
رَجَعَ الطَّالِبُ الْمَاهِرُ = (Seorang mahasiswa yang pandai itu telah kembali)
2. Na’at harus mengikuti man’ut dari
sisi ‘adad (jumlah) nya.
Contoh:
رَجَعَ طَالِبٌ مَاهِرٌ (Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
رَجَعَ طَالِبَانِ مَاهِرَانِ (Dua orang mahasiswa yang pandai telah kembali)
رَجَعَ طُلاَّبٌ مَاهِرُوْنَ (Para mahasiswa yang pandai telah kembali)
3. Na’at harus mengikuti man’ut dari
sisi nau’ (jenis) nya.
Contoh:
رَجَعَ طَالِبٌ مَاهِرٌ (Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
رَجَعَ طَالِبَةٌ مَاهِرَةٌ (Seorang mahasiswi yang pandai telah kembali)
Na’at terbagi kepada dua yaitu:
1. Na’at hakiki
Yaitu
isim yang menunjukkan kata sifat pada diri kalimat sebelumya atau kalimat yang
diikutinya.
مِثْلُ : اللهُ نَظِيْفٌ وَيُهِبُّ
النَّظَافَةَ :Allah itu bersih dan
menyukai kebersihan
Dalam
contoh tersebut, نَظِيْفٌ merupakan Na’at (sifat), dimana اللهُ adalah man’ut atau yang disifati (yang mempunyai sifat).
Na’at
hakiki harus sesuai dengan kalimat yang diikutinya dalam hal ma’rifah,
nakirohnya, bilangannya dan jenisnya. Jika yang mempunyai sifat itu jamak yang
tujuannya selain manusia maka boleh sifatnya dalam bentuk mufrad muannats atau
jamak muannats.
مِثْلُ : كِتَابٌ
جَدِيْدٌ
كِتَابَانِ
جَدِيْدَانِ
كُتُبٌ
جَدِيْدَةٌ / جَدِيْدَاةٌ
Dari
segi tinjauan yang lain na’at hakiki terbagi kepada tiga jenis yaitu:
a. Isim dzahir
مِثْلُ : اَلْمَكَّةُ
مَدِيْنَةٌ كَرِيْمَةٌ = Makkah adalah kota yang mulia
b. Sibhul jumlah
مِثْلُ : الْجَنَّةُ تَحْتَ
اَقْدَامِ الْاُمَّهَا تِ surga dibawah telapak kaki ibu =
c. Jumlatul isimiyah wal fi’iliyah
·
jumlah
isimiyah:
مَضَ يَوْمٌ
بَرْدُهُ فَارِصٌtelah berlalu hari yang
dinginnya menusuk tulang =
·
jumlah
fi’liyah:
اَلصَّبَرُ
يُعِيْنُ عَلَى كُلِّ عَمَلِ = Kesabar
membantu segala pekerjaan
2. Na’at sababi
Yaitu kalimat yang menunjukkan sifat
pada isim yang mempunyai hubungan atau ikatan dengan isim yang didikutinya.
Atau na’at sababi adalah na’at yang menunjukkan sifat bagi isim-isim yang ada
hubungannya dengan matbu’nya.[4]
مِثْلُ :دَخَلْتُ
الحَدِيْقَةَ الْحَسَنَ شَكْلُهَا: Aku
masuk kebun yang bagus bentuknya
Dalam
contoh ini, الْحَسَنَ
merupakan Na’at (sifat), sedangkan yang menjadi
Man’ut (yang disifati) adalah شَكْلُهَا
Dalam
na’at sababi meskipun yang mempunyai sifat itu dalam bentuk jamak, maka kata
sifatnya tetap dalam bentuk mufrad.
مِثْلُ: رَجَعَ الطَّالِبُ الْمَاهِرُ أَبُهُ
رَجَعَ الطُّلَّا
بُ الْمَاهِرَةُ أَبَاتُهُمْ
C. Idhafah
Idhafah
adalah hubungan antara dua isim dengan menyembunyikan makna huruf jar tertentu
di antara keduanya, isim yamg pertama disebut dengan Mudhaf dan dibarisi
sesuai dengan posisinya, sedangkan isim yang kedua dinamakan dengan Mudhafun
Ilaih dan wajib dibarisi dengan jar. Dari segi makna idhafah terbagi kepada
empat, yaitu:
1. Idhafah lamiyah
Yaitu
idhafah yang menyembunyikan makna huruf jar lam diantara Mudhaf dan Mudhafun
Ilaih yang bermakna memiliki atau khusus.
مِثْلُ : رَكِبْتُ
سَيَّارَةُ زَيْدُ =saya
mengendarai mobil milik Zaid
2. Idhafah bayaniyah
Yaitu
idhafah yang menyembunyikan huruf jar min diantara mudhaf dan mudhaf ilaih,
dengan ketentuan bahwa mudhafun ilaih merupakan jenis atau sebahagian dari
mudhaf-nya.
اَلْإِسْلَامُ دِيْنُ = Islam
adalah agama
3. Idhafah dzarfiyah
Yaitu
idhafah yang menyembunyikan huruf jar fi diantara mudhaf dan mudhaf ilaih, dan
mudhaf ilaih merupakan zorob bagi mudhaf.
مِثْلُ : الْجَنَّةُ تَحْتَ اَقْدَامِ الْاُمَّهَا
تِ
surga dibawah telapak kaki ibu =
4. Idhafah tasybihiyah
Yaitu
idhafah yang menyembunyikan huruf jar kaf diantara mudhaf dan mudhaf ilaih, yang
bertujuan menyerupakan mudhaf dengan mudhafun ilaih dengan sifat-sifat tertentu
dan sifat-sifat tersebut telah diketahui oleh banyak orang (umum).
مِثْلُ : اِحْمَرَ وَجْهُهَا الْوَرْدَةِ =memerah
wajahnya (perempuan) seperti bunga mawar
Dari
sudut pandang yang lain idhafah juga terbagi kepada dua, yaitu:
1. Idhafah ma’nawiyah
Yaitu
idhafah yang bertujuan mengkhususkan makna mudhaf-nya.
مِثْلُ : هَذَا كِتَابُ عَلِىُّ = ini
buku milik si Ali
2. Idhafah lafdziah
Yaitu
idhafah yang bukan bermakna khusus dan tidak terdapat padanya makna-makna huruf
jar tujuannya hanya mempersingkat kalimat saja.
مِثْلُ : نَحْنُ
نَتَعَلَّمُ الْإِقْتِصَادُ الْإِسْلَامِىُّKami
belajar ekonomi dalam Islam =
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Isim dhamir adalah kata ganti, terbagi
kepada:
·
Isim
dhamir zahir, yaitu kata ganti yang jelas atau nyata di tampakkan dalam
kalimat.
·
Isim
dhamir yaitu isim dhamir yang “tersimpan”, dalam arti tidak tampak jelas
tertulis, adakalanya mustatir yang bersifat wajib dan adakalanya mustatir yang
bersifat jawaz (jaiz).
2. Na’at adalah isim yang mengikuti isim
yang sebelumnya atau man’ut, dalam hal rafa’ nashab dan jarrnya, serta ma’rifah
dan nakirohnya.
3. Idhafah adalah hubungan antara dua isim
dengan menyembunyikan makna huruf jar tertentu di antara keduanya, isim yamg
pertama disebut dengan Mudhaf dan dibarisi sesuai dengan posisinya,
sedangkan isim yang kedua dinamakan dengan Mudhafun Ilaih dan wajib
dibarisi dengan jar.
B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu pemakalah sangat
mengharapkan saran dari Bapak Dosen selaku pembimbing dalam mata kuliah ini,
untuk dijadikan acuan dalam pembuatan makalah di kemudian hari.
[1] Ahmad Akrom Fahmi,Ilmu
Nahwu dan Sharaf.(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.1999). Hal. 83
[2] Moch Anwar dan Anwar
Abu Bakar, Ilmu Nahwu, Terjemahan Mutammimah Ajurumiyyah.(bandung: Sinar
Baru Algesindo.2007). hal. 80-81
[3] Chatibul Umam dkk,Pedoman
Dasar Ilmu Nahwu, Terjemah Muktasyar Jiddan.(Jakarta: Darul Ulum
Press.2002). Hal. 157
[4] Chatibul
Umam dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, Terjemah Qowaidu Lillughatil Arabiyah.(Jakarta:
Darul Ulum Press.1986). Hal. 299
Tidak ada komentar:
Posting Komentar