Sabtu, 23 November 2013

Isim Dhamir, Na'at dan Man'ut dan Idhafah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Kita sebagai umat islam perlu memahami bahwa bahasa arab adalah bahasa Al Qur’an, yang harus kita kuasai selaku sebagai seorang muslim atau muslimat. Maka dari itu, kita sebagai  umat Islam perlu sekali mengenali tata bahasa (grammar) Arab, untuk dapat berbahasa arab dengan baik terlebih dahulu kita mempelajari tata cara bahasa arab, diantaranya mengenai isim dhamir, na’at dan man’ut dan idhafah serta masih banyak lagi tata cara bahasa arab yang lain.Dalam makalah ini akan dibahas tentang isim dhamir dan pembagiannya, na’at dan man’ut dan Idhafah.

B.     Rumusan Masalah
           1.      Isim Dhamir dan Pembagiannya
           2.      Na’at dan Man’ut (Sifat dan yang disifati)
           3.      Idhafah


  
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Isim Dhamir dan Pembagiannya
Isim dhamir adalah kata ganti, isim dhamir terbagi kepada dua jenis yaitu:
           1.      Isim dhamir zahir
 yaitu kata ganti yang jelas atau nyata di tampakkan dalam kalimat, isim dhamir zahir terbagi kepada dua macam, yaitu:
a.       Munfasil (terpisah dengan kata yang lain), isim ini terbagi lagi kepada:
                        1)      Marfu’          
مِثْلُ : لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِbagimu agamamu, dan bagiku agamaku =  
                        2)      Mansub
مِثْلُ : إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
hanya kepada Engkaulah Kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami mohon pertolongan

b.      Muttashil (tersambung dengan kata yang lain), terbagi kepada:
                        1)      Marfu’
·         تَاءُالْفَاعِلُ, مِثْلُ : ضَرَبْتُ الْكَلْبَ=  saya telah memukul anjing
·         اَلِفُ الْاِ ثْنَيْنِ, مِثْلُ : دَخَلَا زَيْدُ وَعُمَرَ مِنَ الْفَصْلِ mereka berdua Zaid dan umar keluar dari kelas 
·         وَاُوْ جَمَاعَةْ, مِثْلُ : خَرَخُوْا هُمْ مِنَ الْمَسْخِدِ mereka (laki-laki) keluar dari masjid =
                        2)      Mansub
·         يَاءُ الْمُتَكَلِّمُ, مِثْلُ : أَكْرَمَنِيْ dia telah memuliakan aku =
·         نَاءُ الْمُتَكَلِّمُ, مِثْلُ : أَكْرَمَنَاdia telah memuliakan kami =
·         كَاافُ الْمُحَاطَبِ, مِثْلُ : أَكْرَمَكَdia telah memuliakanmu (laki-laki) =
·         هَاءُ الْغَائِبِ, مِثْلُ : أَكْرَمَهُdia telah memuliakannya (laki-laki) =
                        3)      Majrur
·         يَاءُ الْمُتَكَلِّمُ, مِثْلُ : هَذَا قَمِيْصِىini bukuku = 
·         نَاءُ الْمُتَكَلِّمُ, مِثْلُ : هَذَا قَمِيْصُنَاini buku kami =
·         كَ الْمُتَكَلِّمُ, مِثْلُ : هَذَا قَمِيْصُكَini bukumu (laki-laki) =
·         هُ الْمُتَكَلِّمُ, مِثْلُ : هَذَا قَمِيْصُهُini bukunya (laki-laki) =
      2.      Isim Dhamir Mustatir
Isim dhamir yaitu isim dhamir yang “tersimpan”, dalam arti tidak tampak jelas tertulis.[1]  adakalanya mustatir yang bersifat wajib dan adakalanya mustatir yang bersifat jawaz.[2] Dhamir (kata ganti) yang tidak tertulis secara nyata, tetapi disebutkan di dalam menerjemahkannya. Dhamir yang seperti itu terdapat pada kalimat sebagaimana berikut:
·         Bersifat wajib:
·          اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ = bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu
·         Bersifat jaiz:
·         زَيْدٌ يَقْرَأُالْقُرْاَنَ = Zaid sedang membaca Al-Qur’an


B.     Na’at dan Man’ut (Sifat dan yang disifati)
Na’at adalah isim yang mengikuti isim yang sebelumnya atau man’ut, dalam hal rafa’ nashab dan jarrnya, serta ma’rifah dan nakirohnya. Man’ut artinya kata-kata benda yang disipati. Yakni na’at itu                mengikuti man’ut dalam hal:
1.      Rafa’ jika man’ut itu marfu’
2.      Nashab jika man’utnya manshub
3.      Khafad jika man’utnya makhfud (majrur)
4.      Ma’rifah jika man’utnya ma’rifah
5.      Nakiroh jika man’utnya nakiroh.[3]
Ketentuan-Ketentuan Na’at:
1.      Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi ta’yin (kejelasan) nya.
Contoh:
رَجَعَ طَالِبٌ مَاهِرٌ  = (Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
رَجَعَ الطَّالِبُ الْمَاهِرُ  = (Seorang mahasiswa yang pandai itu telah kembali)
2.      Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi ‘adad (jumlah) nya.
Contoh:
رَجَعَ طَالِبٌ مَاهِرٌ (Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
رَجَعَ طَالِبَانِ مَاهِرَانِ (Dua orang mahasiswa yang pandai telah kembali)
رَجَعَ طُلاَّبٌ مَاهِرُوْنَ (Para mahasiswa yang pandai telah kembali)
3.      Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi nau’ (jenis) nya.
Contoh:
رَجَعَ طَالِبٌ مَاهِرٌ (Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
رَجَعَ طَالِبَةٌ مَاهِرَةٌ (Seorang mahasiswi yang pandai telah kembali)
 Na’at terbagi kepada dua yaitu:
1.      Na’at hakiki
Yaitu isim yang menunjukkan kata sifat pada diri kalimat sebelumya atau kalimat yang diikutinya.
مِثْلُ : اللهُ نَظِيْفٌ وَيُهِبُّ النَّظَافَةَ :Allah itu bersih dan menyukai kebersihan
Dalam contoh tersebut, نَظِيْفٌ merupakan Na’at (sifat), dimana اللهُ adalah man’ut atau yang disifati (yang mempunyai sifat).
Na’at hakiki harus sesuai dengan kalimat yang diikutinya dalam hal ma’rifah, nakirohnya, bilangannya dan jenisnya. Jika yang mempunyai sifat itu jamak yang tujuannya selain manusia maka boleh sifatnya dalam bentuk mufrad muannats atau jamak muannats.
مِثْلُ : كِتَابٌ جَدِيْدٌ
كِتَابَانِ جَدِيْدَانِ
كُتُبٌ جَدِيْدَةٌ / جَدِيْدَاةٌ
Dari segi tinjauan yang lain na’at hakiki terbagi kepada tiga jenis yaitu:
a.       Isim dzahir
مِثْلُ : اَلْمَكَّةُ مَدِيْنَةٌ كَرِيْمَةٌ  = Makkah adalah  kota yang mulia
b.      Sibhul jumlah
مِثْلُ : الْجَنَّةُ تَحْتَ اَقْدَامِ الْاُمَّهَا تِ   surga dibawah telapak kaki ibu =
c.       Jumlatul isimiyah wal fi’iliyah
·         jumlah isimiyah:
مَضَ يَوْمٌ بَرْدُهُ فَارِصٌtelah berlalu hari yang dinginnya menusuk tulang =

·         jumlah fi’liyah:
اَلصَّبَرُ يُعِيْنُ عَلَى كُلِّ عَمَلِ = Kesabar membantu segala pekerjaan
2.      Na’at sababi
Yaitu kalimat yang menunjukkan sifat pada isim yang mempunyai hubungan atau ikatan dengan isim yang didikutinya. Atau na’at sababi adalah na’at yang menunjukkan sifat bagi isim-isim yang ada hubungannya dengan matbu’nya.[4]
مِثْلُ  :دَخَلْتُ الحَدِيْقَةَ الْحَسَنَ شَكْلُهَا: Aku masuk kebun yang bagus bentuknya
Dalam contoh ini, الْحَسَنَ merupakan Na’at (sifat), sedangkan yang menjadi Man’ut (yang disifati) adalah  شَكْلُهَا
Dalam na’at sababi meskipun yang mempunyai sifat itu dalam bentuk jamak, maka kata sifatnya tetap dalam bentuk mufrad.
مِثْلُ:  رَجَعَ الطَّالِبُ الْمَاهِرُ أَبُهُ
      رَجَعَ الطُّلَّا بُ الْمَاهِرَةُ أَبَاتُهُمْ
C.    Idhafah
Idhafah adalah hubungan antara dua isim dengan menyembunyikan makna huruf jar tertentu di antara keduanya, isim yamg pertama disebut dengan Mudhaf dan dibarisi sesuai dengan posisinya, sedangkan isim yang kedua dinamakan dengan Mudhafun Ilaih dan wajib dibarisi dengan jar. Dari segi makna idhafah terbagi kepada empat, yaitu:


1.      Idhafah lamiyah
Yaitu idhafah yang menyembunyikan makna huruf jar lam diantara Mudhaf dan Mudhafun Ilaih yang bermakna memiliki atau khusus.
 مِثْلُ : رَكِبْتُ سَيَّارَةُ زَيْدُ =saya mengendarai mobil milik Zaid
2.      Idhafah bayaniyah
Yaitu idhafah yang menyembunyikan huruf jar min diantara mudhaf dan mudhaf ilaih, dengan ketentuan bahwa mudhafun ilaih merupakan jenis atau sebahagian dari mudhaf-nya.
اَلْإِسْلَامُ دِيْنُ = Islam adalah agama

3.      Idhafah dzarfiyah
Yaitu idhafah yang menyembunyikan huruf jar fi diantara mudhaf dan mudhaf ilaih, dan mudhaf ilaih merupakan zorob bagi mudhaf.
مِثْلُ : الْجَنَّةُ تَحْتَ اَقْدَامِ الْاُمَّهَا تِ    surga dibawah telapak kaki ibu =
4.      Idhafah tasybihiyah
Yaitu idhafah yang menyembunyikan huruf jar kaf diantara mudhaf dan mudhaf ilaih, yang bertujuan menyerupakan mudhaf dengan mudhafun ilaih dengan sifat-sifat tertentu dan sifat-sifat tersebut telah diketahui oleh banyak orang (umum).
مِثْلُ : اِحْمَرَ وَجْهُهَا الْوَرْدَةِ =memerah wajahnya (perempuan) seperti bunga mawar


Dari sudut pandang yang lain idhafah juga terbagi kepada dua, yaitu:
1.      Idhafah ma’nawiyah
Yaitu idhafah yang bertujuan mengkhususkan makna mudhaf-nya.
مِثْلُ : هَذَا كِتَابُ عَلِىُّ = ini buku milik si Ali
2.      Idhafah lafdziah
Yaitu idhafah yang bukan bermakna khusus dan tidak terdapat padanya makna-makna huruf jar tujuannya hanya mempersingkat kalimat saja.
مِثْلُ : نَحْنُ نَتَعَلَّمُ الْإِقْتِصَادُ الْإِسْلَامِىُّKami belajar ekonomi dalam Islam =
  

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Isim dhamir adalah kata ganti, terbagi kepada:
·         Isim dhamir zahir, yaitu kata ganti yang jelas atau nyata di tampakkan dalam kalimat.
·         Isim dhamir yaitu isim dhamir yang “tersimpan”, dalam arti tidak tampak jelas tertulis, adakalanya mustatir yang bersifat wajib dan adakalanya mustatir yang bersifat jawaz (jaiz).
2.      Na’at adalah isim yang mengikuti isim yang sebelumnya atau man’ut, dalam hal rafa’ nashab dan jarrnya, serta ma’rifah dan nakirohnya.
3.      Idhafah adalah hubungan antara dua isim dengan menyembunyikan makna huruf jar tertentu di antara keduanya, isim yamg pertama disebut dengan Mudhaf dan dibarisi sesuai dengan posisinya, sedangkan isim yang kedua dinamakan dengan Mudhafun Ilaih dan wajib dibarisi dengan jar.

B.     Saran
Pemakalah menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu pemakalah sangat mengharapkan saran dari Bapak Dosen selaku pembimbing dalam mata kuliah ini, untuk dijadikan acuan dalam pembuatan makalah di kemudian hari.




[1] Ahmad Akrom Fahmi,Ilmu Nahwu dan Sharaf.(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.1999). Hal. 83
[2] Moch Anwar dan Anwar Abu Bakar, Ilmu Nahwu, Terjemahan Mutammimah Ajurumiyyah.(bandung: Sinar Baru Algesindo.2007). hal. 80-81
[3] Chatibul Umam dkk,Pedoman Dasar Ilmu Nahwu, Terjemah Muktasyar Jiddan.(Jakarta: Darul Ulum Press.2002). Hal. 157
[4] Chatibul Umam dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, Terjemah Qowaidu Lillughatil Arabiyah.(Jakarta: Darul Ulum Press.1986). Hal. 299

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarat Account Officer

Syarat Account Officer Ideal Seorang Account Officer (AO) adalah orang yang melakukan pemasaran dan penjualan kredit perbankan . d...