Sabtu, 21 Desember 2013

Inflasi dalam Ekonomi Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Inflasi merupakan masalah yang terus menerus menjadi perhatian pemerintah. Tujuan jangka panjang pemerintah adalah menjaga agar tingkat inflasi yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi nol persen bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah karena hal itu sangatlah sulit, yang paling penting adalah mengusahakan untuk menjaga agar tingkat inflasi tetap rendah.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi inflasi antara lain dengan kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan-kebijakan lain yang bertujuan menurunkan tingkat inflasi. Bagaimanakah Ekonomi konvensional dan ekonomin  Islam menangani masalah inflasi, hal itu akan di bahas dalam makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
            1.      Pengertian inflasi
            2.      Inflasi dalam perspektif ekonomi konvensional
            3.      Inflasi dalam perpektif ekonomi Islam
            4.      Dampak inflasi
            5.      Perbedaan inflasi menurut ekonomi konvensional dan ekonomi islam






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Inflasi
Inflasi didefinisikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam sesuatu perekonomian. Pengertian inflasi Islam tidak berbeda dengan inflasi konvensional. Inflasi mempunyai pengertian sebagai sebuah gejala kenaikan harga barang yang bersifat umum dan terus-menerus.
Dari pengertian ini, inflasi mempunyai penjelasan bahwa inflasi merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga barang yang terjadi secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak hanya di suatu tempat, melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia. Kenaikan harga ini berlangsung secara berkesinambungan dan bisa makin meninggi lagi harga barang tersebut jika tidak ditemukannya solusi pemecahan penyimpangan–penyimpangan yang menyebabkan terjadinya inflasi tersebut.
B.     Inflasi dalam Perspektif Ekonomi Konvensional
Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi didefenisikan sebagai kenaikan harga umum secara terus menerus dari suatu perekonomian. Menurut Rahardja dan Manurung, mengatakan bahwa inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Sedangkan menurut Sukirno inflasi yaitu, kenaikan dalam harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar. Dengan kata lain, terlalu banyak uang yang memburu barang yang terlalu sedikit.
Terdapat berbagai jenis inflasi. Bebera kelompok besar dari inflasi adalah sebagai berikut:
1.      Policy induced, disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga bisa merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan dan cara pembiayaannya.
2.      Cost-push inflation, disebabkan oleh kenaikan biaya-biaya yang bisa terjadi walaupun pada saat tingkat pengangguran tinggi dan tingkat penggunaan kapasitas produksi rendah.
3.      Demand-full inflation, disebabkan oleh permintaan agregat yang berlebihan yang mendorong kenaikan tingkat harga umum.
4.      Inertial inflation, cenderung untuk berlanjut pada tingkat yang sama sampai kejadian ekonomi yang menyebabkan berubah. Jika inflasi terus bertahan, dan tingkat ini diantisipasi dalam bentuk kontrak finansial dan upah, kenaikan inflasi akan terus berlanjut.
Menurut Sukirno bahwa berdasarkan pada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk, yaitu:
1.      Inflasi tarikan permintaan, inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya mengeluarkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini yang akan menimbulkan inflasi.
2.      Inflasi desakan biaya, inflasi ini juga terjadi pada saat perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran sangat rendah.
3.      Inflasi diimpor, inflasi ini terjadi apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran di perusahaan-perusahaan.
Menurut ilmu ekonomi modern, terdapat dua jenis inflasi yang berbeda satu sama lain yaitu, inflasi karena dorongan biaya (cost-push inflation) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-full inflation). Dalam hal infalsi karena dorongan biaya, kenaikan upah memaksa industry untuk menaikkan harga guna menutup biaya upah dalam kontrak yang baru yang mengakibatkan adanya pola siklus upah  dan harga yang lebih tinggi yang disebut spiral harga upah (wage price spiral) dalam hal inflasi karena meningkatnya permintaan, permintaan yang tiggi atas kredit merangsang pertumbuhan produk nasional bruto yang selanjutnya menarik harga lebih jauh keatas.
Mewujudkan inflasi nol persen secara terus menerus dalam perekonomian yang sedang berkembang adalah sulit untuk dicapai. Oleh sebab itu, dalam jangka panjang yang perlu diusahakan adalah menjaga agar tingkat inflasi pada tingkat yang sangat rendah. Untuk menjaga kestabilan ekonomi, pemerintah perlu menjalankan kebijakan menurunkan tingkat inflasi. Kebijakan-kebijakan tersebut adalah:
1.      Kebijakan fiskal, kebijakan yang dilaksanakan adalah dalam bentuk mengurangi pengeluaran pemerintah, langkah ini menimbulkan efek yang cepat dalam mengurangi pengeluaran dalam perekonomian.
2.      Kebijakan moneter, yaitu peraturan yang dikeluarkan otoritas moneter (bank sentral) untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Agar perekonomian tumbuh lebih cepat, bank sentral bisa memberikan lebih banyak kredit kepada system perbankan melalui pasar terbuka. Akan tetapi, apabila ekonomi tumbuh terlalu cepat  dan inflasi menjadi masalah yang semakin besar, maka bank sentral dapat melakukan operasi pasar terbuka (open market operations), menarik uang dari system perbankan, menaikkan persyaratan minimum (reserve requirement), atau menaikkan tingkat diskonto (interest or discount rate), sehingga demikian akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

C.    Inflasi dalam Perspektif Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ikhtiar pencarian sistem ekonomi yang lebih baik setelah ekonomi kapitalis gagal total. Bisa dibayangkan betapa tidak adilnya, betapa pincangnya akibat sistem kapitalis yang berlaku sekarang ini, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Selain itu, dalam pelaksanaannya, ekonomi kapitalis banyak menimbulkan permasalahn. Pertama, ketidakadilan dalam berbagai macam kegiatan yang tercermin dalam ketidakmerataan pembagian pendaoatan masyarakat. Kedua, ketidakstabilan dari sistem ekonomi yang ada saat ini menimbulkan berbagai gejolak dalam kegiatannya.
Dalam ekonomi Islam tidak dikenal dengan inflasi, karena mata uang yang dipakai adalah dinar dan dirham, yang mana mempunyai nilai yang stabil dan dibenarkan oleh Islam, namun dinar dan dirham di sini adalah dalam artian yang sebenarnya yaitu yang dalam bentuk emas maupun perak bukan dinar-dirham yang sekedar nama. Adiwarman Karim mengatakan bahwa Syeikh An-Nabahani memberikan beberapa alasan mengapat mata uang yang sesuai itu adalah dengan menggunakan emas. Ketika Islam melarang praktik penimbunan harta, Islam hanya mengkhususkan larangan tersebut untuk emas dan perak. Padahal harta itu mencakup semua barang yang bisa dijadikan sebagai  kekayaan.
1.      Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum yang baku dan tidak berubah-ubah, ketika Islam mewajibkan diat, maka yang dijadikan sebagai ukurannya adalah dalam bentuk emas.
2.      Rasulullah SAW telah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang dan beliau menjadikan hanya emas dan perak sebagai standar uang.
3.      Ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang, Allah telah mewajibkan zakat tersebut dengan nisab emas dan perak.
4.       Hukum-hukum tentang pertukaran mata uang yang terjadi dalam transaksi uang hanya dilakukan dengan emas dan perak, begitupun dengan transaksi lainnya hanya dinyatakan dengan emas dan perak.
Penurunan nilai dinar atau dirham memang masih mungkin terjadi, yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan. Diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang besar di suatu negara, tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya.
Kondisi defisit pernah terjadi pada zaman Rasulullah dan ini hanya terjadi satu kali yaitu sebelum perang Hunain. Walaupun demikian, Al-Maqrizi membagi inflasi ke dalam dua macam yaitu, inflasi akibat berkurangnya persediaan barang dan akibat kesalahan manusia. Inflasi jenis pertama inilah yang terjadi pada zaman Rasulullah dan khulafaur rasyidin, yaitu karena kekeringan atau karena peperangan.[1]
Ekonom Islam Taqiudin Ahmad ibn al-Maqrizi (91364 M – 1441 M), yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan, yaitu :
1.      Natural Inflation
Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah di mana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah). Ibn Al-Marizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregatif (AS) atau naiknya Permintaan Agregatif (AD). Maka natural inflation akan dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut :
a.       Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dimana ekspor naik (X­) sedangkan impor turun (M¯) sehingga nilai ekspor bersih sangat besar, maka mengakibatkan  naiknya Permintaan Agregat (AD­).
Hal ini pernah terjadi pada masa pemerintahan kahlifah Umar ibn Khattab r.a. pada masa itu kafilah pedagang yang menjual barangnya dari luar negeri membeli barang-barang yang mereka jual (positie net exsport). Adanya positie net exsport akan menjadikan keuntungan, keuntungan yang berupa kelebihan uang tersebut akan dibawa masuk ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat akan naik (AD­). Naiknya Permintaan Agregatif (AD­), akan mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan (P­).
Apa yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab r.a untuk mengatasi permasalahn tersebut? Beliau melarang penduduk Madinah untuk membeli barang-barang atau komoditi selama 2 hari berturut-turut. Akibatnya adalah turunnya Permintaan Agregatif (AD ¯) dalam perekonomian. Setelah pelarangan tersebut maka tingkat harga kembali normal.
b.      Akibat dari turunnya tingkat produksi (AS¯) karena terjadinya paceklik, perang, ataupun embargo dan boycott.
Hal ini pernah terjadi pula pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab yaitu pada saat paceklik yang mengakibatkan kelangkaan gandum, atau dapat digambarkan  pada grafik kura AS bergeser ke kiri, yang kemudian mengakibatkan naikn tingkat harga-harga.
Apa yang dilakukan oleh khalifah Umar bin khattab r.a terhadap permasalahan ini? Beliau melakukan impor gandum dari Fustat – Mesir sehingga penawaran agregatif (AS¯) barang di pasar kembali naik yang kemudian berakibat pada turunnya tingkat harga-harga (P­).

Jadi inflasi yang terjadi karena sebab-sebab yang alamiah, atau murni karena tarikan permintaan dan penawaran, maka pemerintah tidak perlu khawatir. Karena solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menstabilkan baik permintaan agregat maupun penawaran agregat pada kondisi semula sebelum terjadinya kenaikan harga atau inflasi.
2.      Human Error Inflation
Selain dari penyebab-penyebab yang dimaksud pada natural inflation, maka inflasi-inflasi yang disebabkan oleh hal-hal lainnya dapat digolongkan sebagai human error inflation atau  false inflation. Human error inflation dikatakan sebagai inflasi yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan dari manusia itu sendiri (sesuai dengan QS Ar-Rum 30:41). Human error inflation dapat dikelompokkan menurut penyebab-penyebabnya sebagai berikut :



a.       Korupsi dan bad administration
Korupsi akan menaikan tingkat harga, karena produsen harus menaikkan harga jual pada produksinya untuk menutupi biaya-biaya “siluman” yang telah mereka bayarkan. Birokrasi perijinan yang berbelit-belit, dimana hanya untuk pengurusan suatu ijin harus melalui beberapa instansi, hal ini tentu akan menambah biaya produksi dari produsen dan berakibat pada kenaikan harga. Hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menghilangkan korupsi dan melakukan reformasi birokrasi.
Jika menggunakan pendekatan kepada permintaan agregat (AD) dan penawaran agregat (AS), maka korupsi dan administrasi yang buruk akan menyebabkan kontraksi pada kurva penawaran agregat, yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga. Selain menyebabkan inefisiensi alokasi sumber daya dan ekonomi biaya tinggi, korupsi dan administrasi yang buruk akan dapat menyebabkan perekonomian terpuruk.
b.      Pajak yang berlebihan (excessie tax).
Efek yang ditimbulkan oleh pengenaan pajak yang berlebihan pada perekonomian akan memberikan pengaruh yang sama dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh korupsi dan adminstrasi yang buruk yaitu bterjadinya kontraksi pada kurva penawaran agregat. Jika dilihat lebih lanjut, pajak yang berlebihan mengakibatkan pada effeciency atau  loss dead weight loss.
 Ini termasuk masalah pula dalam perekonomian di Indonesia, terutama pasca penerapan ekonomi daerah, dimana setiap daerah memiliki kebijakan tersendiri dalam menggali sektor-sektor ysng dapat dijadikan sebagai obyek untuk meningkat kan pendapatan asli daerah.
c.       Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (excessive seignorage).
Seignorage arti tradisonalnya adalah keuntungan dari pencetakan koin yang didapat oleh percetakannya dimana biassanya percetakan tersebut dimiliki oleh penguasa. Pencetakan uang yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan terlalu banyak jumlah uuang beredar di masyarakat, hal ini berimplikasi pada penurunan nilai mata uang. Hal ini telah terbukti di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, dimana kebutuhan anggaran pemerintah dibiayai oleh pencetakan uang. Namun karena berlebihan hal ini menyebabkan terjadinya inflasi.[2]
D.    Dampak Inflasi
Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian negara, karena :
1.      Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit penghitungan. Orang harus melepaskan diri dari uang dan aset keuangan akibat dari beban inflasi tersebut. Inflasi juga telah mengakibatkan terjadinya inflasi kembali, atau dengan kata lain “self feeding inflation”
2.      Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat (turunnya marginal propensity to save). Hal ini berakibat pada menurunnya dana pembiayaan yang akan disalurkan.
3.      Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama pembelanjaan untuk barang-barang non-primer dan barang-barang mewah (naiknya marginal propensity to consume).
4.      Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu penumpukan kekayaan (hoarding) seperti pada aset property yaitu tanah dan bangunan, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan inestasi ke arah produktif seperti pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya.
Kenaikan harga-harga yang tinggi (inflasi) dan terus menerus bukan saja menimbulkan beberapa efek buruk terhadap kegiatan ekonomi, tetapi juga kepada kemakmuran individu dan masyarakat. Inflasi yang tinggi tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Kenaikan harga-harga menimbulkan efek yang buruk pula kepada perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan barang-barang Negara itu tidak dapat bersaing di pasar Internasional, maka ekspor akan menurun.
Disamping menimbulkan efek buruk terhadap ekonomi Negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek berikut pada individu dan masyarakat:
1.      Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendaptan tetap.
2.      Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
3.      Memperburuk pembagian kekayaan.[3]

E.     Perbedaan Inflasi Menurut Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam
1.      Sebab-sebab Inflasi
a.       Ekonomi Konvensional:
·         Policy induced, disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga bisa merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan dan cara pembiayaannya.
·         Cost-push inflation, disebabkan oleh kenaikan biaya-biaya yang bisa terjadi walaupun pada saat tingkat pengangguran tinggi dan tingkat penggunaan kapasitas produksi rendah.
·         Demand-full inflation, disebabkan oleh permintaan agregat yang berlebihan yang mendorong kenaikan tingkat harga umum.
·         Inertial inflation, cenderung untuk berlanjut pada tingkat yang sama sampai kejadian ekonomi yang menyebabkan berubah.
b.      Ekonomi Islam:
·         Natural cause inflation, inflasi yang terjadi dikarena kondisi alam yang tidak bisa dicegah.
·         Human error cause inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena kesalahan manusai itu sendiri, seperti korupsi, penetapan pajak yang tinggi, penambahan jumlah uang yang beredar dan penimbunan barang.
2.      Solusi dalam mengatasi Inflasi
a.       Ekonomi Konvensional:
·         Kebijakan moneter
·         Kebijakan fiskal
·         Kebijakan non-moneter, yaitu dengan cara menaikkan hasil produksi, kebijaksanaan upah, pengawasan harga
b.      Ekonomi Islam:
·         Menggunakan emas dan perak sebagai alat tukar
·         Menjadikan emas perak sebagai standart nilai tukar uang dunia
·          Islam telah mengitkan emas dan perak dengan hukum yang baku dan tidak berubah-ubah, diamana ketika Islam mewajibkan diat, maka harus menggunakan standart emas perak
·         Ketika Allah mewajibkan pembayaran zakat, maka nisabnya berdasarkan emas dan perak.








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      inflasi adalah kenaikan harga umum secara terus menerus dari suatu perekonomian.
2.      Bebera kelompok besar dari inflasi adalah sebagai berikut:
c.       Policy induced, disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga bisa merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan dan cara pembiayaannya.
d.      Cost-push inflation, disebabkan oleh kenaikan biaya-biaya yang bisa terjadi walaupun pada saat tingkat pengangguran tinggi dan tingkat penggunaan kapasitas produksi rendah.
e.       Demand-full inflation, disebabkan oleh permintaan agregat yang berlebihan yang mendorong kenaikan tingkat harga umum.
f.       Inertial inflation, cenderung untuk berlanjut pada tingkat yang sama sampai kejadian ekonomi yang menyebabkan berubah.
3.      Perbedaan inflasi menurut ekonomi konvensional dan ekonomi Islam dapat di lihat dari penyebab dan solusi dalam menghadapi inflasi.

B.     Saran
Pemakalah menyadari bahwa penulisa makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih terdapat kesalahan, oleh sebab itu pemakalah sangat membutuhkan saran dari pembaca terutama dari Bapak Dosen selaku pembimbing dalam matakuliah ini.




[1] Nurul Huda, dkk,Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis.(Jakarta:Kencana.2011). Hal. 189-190
[2] Adiwarman A. Karim,Ekonomi Makro Islam.(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.2007). Hal. 139-149
[3] Sadono Sukirno,Makro Ekonomi Teori Pengantar(Jakarta:Rajawali Pers.2011). Hal. 338-339

Permintaan dalam Perspektif Ekonomi Islam

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Perilaku permintaan merupakan salah satu perilaku ekonomi yang mendominasi dalam praktek ekonomi mikro, walaupun juga berlaku dalam praktek ekonomi makro. Itulah sebabnya pembahasan mengenai permintaan yang ditinjau dari segi determinasi harga terhadap permintaan selalu menjadi pokok kajian dalam ilmu ekonomi. Determinasi harga terhadap permintaan dengan mengasumsikan faktor-faktor yang mempengaruhinya dianggap tetap mengahasilkan hukum permintaan, sedangkan bila permintaan yang menentukan harga maka disebut teori permintaan.
Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita dihadapkan kepada keadaan dimana kita harus memilih diantara dua pilihan barang yaitu barang  halal dan  barangharam, atau keadaan darurat dimana kita terpaksa mengkonsumsi barang yang haram, bagaimanakah kita menghadapi pilihan tersebut, serta bagaimanakah Islam memandang hal ini.
2.      Rumusan masalah
a.       Hukum permintaan
b.      Teori permintaan islam
c.       Permintaan menurut ekonomi konvensional
d.      Permintaan menurut ekonomi islam
e.       Perbedaan teori permintaan konvensinal dengan permintaan islam



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Hukum Permintaan
Permintaan terhadap barang atau jasa didefenisikan sebagai: kuantitas barang atau jasa yang orang bersedia untuk membelinya pada berbagai tingkat harga dalam suatu periode tertentu.
Dalam defenisi diatas digunakan kalimat aktif: orang bersedia untuk membelinya, untuk memberikan penekanan pada kegiatan konsumsi yang dilakukan secara aktif oleh masyarakat konsumen, yang dipengaruhi oleh tingkat harga. Sedangkan kata ‘bersedia’ mendapatkan penekanan tersendiri. Didalamnya terkandung makna, bahwa konsumen memiliki keinginan untuk membeli suatu barang atau jasa, sekaligus ia juga memiliki kemampuan, yaitu uang atau pendapatan, untuk membeli, dalam rangka memenuhi keinginannya tersebut. Kemampuan tersebut seringkali diberi istilah daya beli. Jadi konsep permintaan terhadap barang dan jasa hanya memerhatikan konsumen yang memiliki keinginan dan daya beli sekaligus.
a.      Asumsi-asumsi
Dalam anlisi permintaan terhadap suatu barang atau jasa, ditelaah faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya kuantitas atau jumlah barang/jasa yang diminta oleh konsumen. Banyak faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang/jasa. Yang paling utama adalah harga barang itu sendiri . selain itu, factor-faktor selain harga barang tersebut juga mempengaruhi permintaan terhadap barang itu. Contohnya adalah pendapatan masyarakat, harga barang lain, serta selera.
Secara umum diketahui bahwa “semakin tinggi harga suatu barang semakin kecil permintaan terhadap barang tersebut”. Penyataan diatas menerangkan hubungan antara permintan suatu barang dengan harga barang tersebut, atau dikenal dengan ‘hukum permintaan’. Dalam merumuskan hukum permintaan, diasumsikan bahwa permintaan terhadap barang dan jasa hanya dipengaruhi oleh harga barang dan jasa tersebut. faktor-faktor lain di luar harga barang dianggap tetap. Asumsi ini sering dikenal dengan istilah cateris paribus.
b.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Seperti telah dikemukakan diatas, memang diketahui bahwa permintaan terhadap suatu barang  dipengaruhi oleh faktor-faktor lain disamping harga, faktor-faktor tersebut antara lain:
1)      Pendapatan : semakin tinggi pendapatan seseorang, permintaan terhadap suatu barang akan meningkat, walaupun harga barang tersebut tidak berubah.
2)      Harga barang-barang lain yang terkait : permintaan terhadap susu murni akan meningkat apabila harga susu bubuk naik.
3)      Selera : hal lain yang mempengaruhi permintaan adalah selera, setiap individu memiliki selera yang tidak sama dan selera juga bisa berubah dari peride ke periode.
4)      Jumlah penduduk : semakin besar jumlah penduduk disuatu daerah, semakin banyak permintaan terhadap suatu produk di daerah tersebut. Permintaan beras di Indonesia setiap tahun selalu naik. Tentu saja, karena jumlah penduduk Indonesia semakin lama semakin banyak, sehingga jumlah beras yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka pun semakin banyak. Ini tercermin dengan permintaan beras yang selalu naik.

2.      Teori permintaan islami
Hal penting yang harus dicatat adalah bagaimana teori ekonomi yang dikembangkan Barat membatasi analisisnya dalam jangka pendek yakni hanya sejauh bagaimana manusia memenuhi keinginannya saja. Tidak ada analisis yang memasukkan nilai-nilai moral dan sosial. Analisis hanya dibatasi pada variabel-variabel pasar semata seperti harga, variabel-variabel lain tidak dimasukkan, seperti variabel nilai moral, kesederhanaan, keadilan, sikap mendahulukan orang lain, dan sebagainya.
Dalam ekonomi islam, setiap keputusan seorang manusia tidak terlepas dari nilai-nilai moral dan agama karena setiap kegiatan senantiasa dihubungkan kepada syariat. Al-qur’an menyebut ekonomi dengan istilah iqtishad (penghematan, ekonomi), yang secara literal berarti ‘pertengahan’ atau ‘moderat’. Seorang muslim dilarang melakukan pemborosan (al-israa ayat 26-27). Seorang muslim diminta untuk mengambil sebuah sikap moderat dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya. Dia tidak boleh israf (royal, berlebih-lebihan), tetapi juga dilarang pelit (bukhl).
Q.S Al-Israa ayat: 26-27.
ÏN#uäur #sŒ 4n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# Ÿwur öÉjt7è? #·ƒÉö7s? ÇËÏÈ   ¨bÎ) tûïÍÉjt6ßJø9$# (#þqçR%x. tbºuq÷zÎ) ÈûüÏÜ»u¤±9$# ( tb%x.ur ß`»sÜø¤±9$# ¾ÏmÎn/tÏ9 #Yqàÿx. ÇËÐÈ  
26. “dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”. 27. “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.
a.      Paradigma Konsumsi Islami
Al-qur’an dan hadis mengajarkan, dalam perilaku konsumen antara lain:
1)      Islam mengakui keterampilan dan kemampuan setiap individu berbeda-beda, karenanya tidak adil dan tidak masuk akal apabila terjadi persamaan mutlak disemua anggota masyarakat dalam hal pendapatan, konsumsi dan sebagainya.
2)      Islam mewajibkan zakat, yakni mengeluarkan sebagian kecil harta yang telah melewati batas nisab tertentu baik dari segi jumlah maupun waktu penguasaan . zakat adalah kewajiban bagi umat islam yang mampu atau kaya. Jika berzakat wajib, menjadi mampu atau kaya pun wajib, agar dapat menjalankan kewajiban berzakat itu.
3)      QS. Ar-Rum ayat 38:
ÏN$t«sù #sŒ 4n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz šúïÏ%©#Ïj9 tbr߃̍ムtmô_ur «!$# ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÌÑÈ  
Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung
Dalam tafsir dijelaskan bahwa yang berhak menerima zakat adalah:
1.      Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi kebutuhannya; 
2.      Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan; 
3.      Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat; 
4.      Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk islam, maupun orang yang baru memasuki islam dan imannya masih lemah;
5.      Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir; 
6.      Orang yang berhutang: orang yang berutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya; 
7.      Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan islam dan kaum muslimin. Diantara nufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, dan lain-lain; 
8.      Musafir: orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Di samping manusia harus mengendalikan konsumsinya, agama islam pun menganjurkan pengeluaran untuk kepentingan orang lain, terutama fakir miskin. Bahkan agama islam adalah satu-satunya agama yang mewajibkan pengeluaran untuk kebutuhan orang lain, yakni dalam bentuk zakat. Di samping itu, islam sangat menganjurkan pengeluaran suka rela untuk kepentingan sesama dalam bentuk infaq, sedekah dan wakaf.
Adapun aturan islam mengenai bagaimana seharusnya melakukan kegiatan konsumsi adalah sebagai berikut:
1.      Tidak boleh berlebih-lebihan
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-An’am ayat 141:
uqèdur üÏ%©!$# r't±Sr& ;M»¨Yy_ ;M»x©rá÷è¨B uŽöxîur ;M»x©râ÷êtB Ÿ@÷¨Z9$#ur tíö¨9$#ur $¸ÿÎ=tFøƒèC ¼ã&é#à2é& šcqçG÷ƒ¨9$#ur šc$¨B9$#ur $\kÈ:»t±tFãB uŽöxîur 7mÎ7»t±tFãB 4 (#qè=à2 `ÏB ÿ¾Ín̍yJrO !#sŒÎ) tyJøOr& (#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqtƒ ¾ÍnÏŠ$|Áym ( Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä šúüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÊÍÊÈ  
dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.
Jika manusia dilarang untuk berlebih-lebihan, itu berarti manusia sebaiknya melakukan konsumsi seperlunya saja. Ayat ini juga menjelaskan untuk memerangi kemubadziran, sifat sok pamer, dan mengkonsumsi barang-barang yang tidak perlu. Dalam bahasa ekonomi, perilaku konsumsi islami yang tidak berlebih-lebihan didorong oleh faktor kebutuhan (needs) dari pada keinginan (wants).
Kebutuhan pun tidak terbatas kepada kebutuhan pribadi atau keluarga semata-mata, tetapi juga kebutuhan sesama manusia yang dekat dengan kita. Bukankah Nabi pernah bersabda “Tidak termasuk kedalam golonganku, orang yang tidur dengan nyenyak sedangkan dia mengetahui tetangganya dalam keadaan kelaparan?”.
2.      Mengkonsumsi yang Halal dan Thayyib (Q.S Al-Maidah: 87-88))
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 Ÿwur (#ÿrßtG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ   (#qè=ä.ur $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# OçFRr& ¾ÏmÎ/ šcqãZÏB÷sãB ÇÑÑÈ  
87. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.  88. “dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.
Konsumsi seorang muslim dibatasi kepada barang-barang yang halal dan tayyib Tidak ada permintaan terhadap  barang yang haram. Dalam islam, barang yang sudah dinyatakan haram tidak mempunyai nilai ekonomi, karena sifatnya yang tidak boleh diperjual belikan. Berkaitan dengan aturan pertama tentang larangan berlebih-lebihan, maka barang halal pun tidak dapat dikonsumsi sebanyak yang kita inginkan. Harus dibatasi sebatas cukupnya keperluan, demi menghindari kemewahan, berlebih-lebihan dan kemubaziran. [1]
3.      Permintaan menurut Ekonomi Konvensional
Konsep permintaan merupakan hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga berbagai tingkat harga. Hukum permintaan (law of demand) menerangkan bahwa dalam keadaan hal lain tetap (cateris paribus) apabila harga naik, maka permintaan terhadap suatu barang akan berkurang, dan sebaliknya apabila harga turun, maka permintaan terhadap suatu barang akan meningkat.
Perubahan pada tingkat harga akan memindahkan titik permintaan dalam suatu kurva permintaan, sedangkan perubahan pada faktor selain harga (misalnya pendapatan) akan menggeser kurva permintaan.
Permintaan seseorang atau sesuatus masyarakat kepada sesuatu barang ditentukan oleh banyak factor. Diantara factor-faktor yang terpenting adalah seperti yang dinyatakan dibawah ini:
a)      Harga barang itu sendiri
b)      Harga barang  lain yang  berkaitan  erat  dengan barang tersebut
c)      Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat
d)     Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat
e)      Cita rasa masyarakat
f)       Jumlah penduduk
g)      Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang.

Sangat sukar secara sekaligus menganalisis pengaruh berbagai faKtor tersebut terhadap permintaan suatu barang. Oleh sebab itu, dalam membicarakan teori permintaan, ahli ekonomi membuat analisis yang lebih sederhana. Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Oleh sebab itu, dalam teori permintaan  terutama dianalisis adalah hubungan antara jumlah permintaan suatu barang dengan harga  barang tersebut.[2]
4.      Permintaan Menurut Ekonomi Islam
Menurut Ibnu Taimiyyah, permintaan suatu barang adalah  hasrat terhadap sesuatu, yang digambarkan dengan istilah raghbah fil al-syai. Diartikan juga sebagai jumlah barang yang diminta. Secara garis besar, permintaan dalam ekonomi islam sama dengan ekonomi konvensional, namun ada prinsip-prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya.
Islam mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Aturan islam melarang seorang muslim memakan barang yang haram, kecuali dalam  keadaan darurat dimana apabila barang tersebut tidak dimakan, maka akan berpengaruh terhadap nya muslim tersebut. Di saat darurat seorang muslim dibolehkan mengkonsumsi barang haram secukupnya.
Selain itu, dalam ajaran islam, orang yang mempunyai uang banyak tidak serta merta diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan anggaran (budget constrain) belum cukup dalam membatasi konsumsi. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang muslim tidak berlebihan (israf), dan harus mengutamakan kebaikan (maslahah).
Islam tidak menganjurkan permintaan terhadap suatu barang dengan tujuan kemegahan, kemewahan dan kemubadziran. Bahkan islam memerintahkan bagi yang sudah mencapai nisab, untuk menyisihkan dari anggarannya untuk membayar zakat, infak dan shadaqah.
Ibnu Taimiyyah  (1263-1328 M) dalam  kitab Majmu’ Fatawa menjelaskan, bahwa hal-hal yang mempengaruhi terhadap permintaan suatu barang antara lain:
1)      Keinginan atau selera masyarakat (Raghbah) terhadap berbagai jenis barang yang berbeda  selalu berubah-ubah. Di mana ketika masyarakat telah memiliki selera terhadap suatu barang maka hal ini akan mempengaruhi jumlah permintaan terhadap barang tersebut.
2)      Jumlah para peminat (Tullab) terhadap suatu barang. Jika jumlah masyarakat yang menginginkan suatu barang semakin banyak, maka harga barang tersebut akan semakin meningkat. Dalam hal ini dapat disamakan dengan jumlah penduduk, di mana semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak jumlah para peminat terhadap suatu barang.
3)      Kualitas pembeli (Al-Mu’awid). Di mana tingkat pendapatan merupakan salah satu ciri kualitas pembeli yang baik. Semakin besar tingkat pendapatan masyarakat, maka kualitas masyarakat untuk membeli suatu barang akan naik.
4)      Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang. Apabila kebutuhan terhadap suatu barang tinggi, maka permintaan terhadap barang tersebut tinggi.
5)      Cara pembayaran yang dilakukan, tunai atau angsuran. Apabila pembayaran dilakukan dengan tunai, maka permintaan tinggi.
6)      Besarnya biaya transaksi. Apabila biaya transaksi dari suatu barang rendah, maka besar permintaan meningkat.
a.      Keadaan Darurat tidak Optimal
Dalam konsep Islam, yang haram telah jelas dan begitu pula yang halal telah jelas. Secara logika ekonomi kita telah menjelaskan bahwa bila kita dihadapkan kepada dua pilihan, yaitu barang halal dan barang haram, optimal solution adalah corner solution, yaitu mengalokasikan seluruh pendapatan kita untuk mengonsumsi barang yang halal.
Sekarang bayangkanlah keadaan hipotesis yang diambil dari kisah nyata di tahun 1970 an. Sebuah pesawatterbang yang penuh dengan penumpang jatuh di tengah gunung salju. Setelah bertahan beberapa hari tanpa persediaan yang cukup, tidak adanya hewan atau tumbuhan yang dapat dimakan, dan dinginnya cuaca, beberapa diantara penumpang meninggal. Bagi mereka yang hidup pilihannya banyak, yaitu terus bertahan sambil mengharapkan agar tim penyelamat segera tiba di tempatm, atau memakan daging penumpang yang meninggal untuk bertahan hidup. Memakan bangkai manusia jelas haram, namun bila pilihannya anatara memakan yang haram atau kita akan binasa, maka islam memberikan kelonggaran untuk dapat mengonsumsi barang haram sekadarnya untuk bertahan hidup.
Maka setiap keadaan darurat, yaitu keadaan yang secara terpaksa harus mengonsumsi barang haram, pastilah bukan corner solution oleh karenanya bukan optimal solution. Keadaan darurat selalu bukan keadaan optimal,
5.      Perbedaan Teori Permintaan Konvensional dengan Permintaan Islami
 Definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap permintaan, antara permintaan konvensional dan islam mempunyai kesamaan. Ini dikarenakan bahwa keduanya merupakan hasil dari penelitian kenyataan dilapangan (empiris) dari tiap-tiap unit ekonomi.

Namun terdapat perbedaan yang mendasar di antara keduanya,  diantaranya :
a)      Sumber hukum
Perbedaan utama antara kedua teori tersebut tentunya adalah mengenai sumber hukum dan adanya batasan syariah dalam teori permintaan Islami. Permintaan Islam berprinsip pada entitas utamanya yaitu Islam sebagai pedoman hidup yang  langsung dibimbing oleh Allah SWT. Permintaan Islam secara jelas mengakui bahwa sumber ilmu tidak hanya berasal dari pengalaman berupa data-data yang kemudian mengkristal menjadi teori-teori, tapi juga berasal dari firman-firman Tuhan (revelation), yang menggambarkan bahwa ekonomi Islam didominasi oleh variabel keyakinan religi dalam mekanisme sistemnya.
Sementara itu dalam ekonomi konvensional filosofi dasarnya terfokus pada tujuan keuntungan dan materialisme. Hal ini wajar saja karena sumber inspirasi ekonomi konvensional adalah akal manusia yang tergambar pada daya kreatifitas, daya olah informasi dan imajinasi manusia. Padahal akal manusia merupakan ciptaan Tuhan, dan memiliki keterbatasan bila dibandingkan dengan kemampuan
b)      Konsep permintaan
Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 87, 88. Oleh karenanya dalam teori permintaan Islami membahas permintaan barang halal, barang haram, dan hubungan antara keduanya. Sedangkan dalam permintaan konvensional, semua komoditi dinilai sama, bisa dikonsumsi atau digunakan.
c)      Motif permintaan
Dalam motif permintaan Islam menekankan pada tingkat kebutuhan konsumen terhadap barang tersebut sedangkan motif permintaan konvensional lebih didominasi oleh nilai-nilai kepuasan (interest). Konvensional menilai bahwa egoisme merupakan nilai yang konsisten dalam mempengaruhi seluruh aktivitas manusia.
d)     Tujuan
Permintaan Islam bertujuan mendapatkan kesejahteraan atau  kemenangan akhirat (falah) sebagai turunan dari keyakinan bahwa ada kehidupan yang abadi setelah kematian yaitu kehidupan akhirat, sehingga anggaran yang ada harus disisihkan sebagai bekal untukkehidupan akhirat. Sedangkan dalam ekonomi konvensional hal ini tidak ada.
BABA III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dari pembahasan diatas pemakalah mengambil kesimpulan bahwa teori permintaan Islam lebih baik dari pada teori permintaan konvensianal, karena teori permintaan islam lebih rasional dengan mengaitkan variabel-variabel moral, seperti kesederhanaan, keadilan, sikap mendahulukan oranglain. Dimana dalam teori permintaan konvensional kita tidak menemukan ini. Selain itu juga dikarenakan teori permintaan islam bersumber dari Al-Qur’an.
2.      Saran
Pemakalah menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kesalahan, oleh sebab itu saran dari Ibu dosen selaku pembimbing dalam matakuliah ini sanagat kami harapkan, untuk bisa dijadikan sebagai pembelajaran dalam pembuatan makalah diSkemudian hari.


[1] Mustafa Edwin Nasution, dkk.Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam.(Jakarta:Kencana,2007). Hal.  85-89
[2] Sadono Sukirno.Mikro Ekonomi:Teori Pengantar, Edisi Ketiga. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005). Hal. 76

Syarat Account Officer

Syarat Account Officer Ideal Seorang Account Officer (AO) adalah orang yang melakukan pemasaran dan penjualan kredit perbankan . d...