Sabtu, 21 Desember 2013

Kafalah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Seiring dengan berkembangnya zaman, maka iptek dan imtek semakin berkembang. Pola pikir manusia pun semakin maju, tetapi tanpa kita sadari prinsip-prinsip islam semakin kita enggan dengannya. Padahal dalam melakukan muamalah sehari-hari kita sering dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan mengenai tanggungan (kafalah).
Agar kita dapat memahami  bagaimana prinsip kafalah yang sesuai denagn Syari’at. Maka kita perlu mengetahui beberapa hal yang berhubungan dengan kafalah, diantaranya dasar hukum kafalah, rukun dan syarat kafalah, pelaksanaan kafalah, dan lain-lain yang berhubungan dengan kafalah. Serta bagaimanakah aplikasinya dalam perbankan syari’ah.


B.     Rumusan Masalah
a.       Pengertian Kafalah
b.      Dasar Hukum Kafalah
c.       Rukun dan Syarat Kafalah
d.      Macam-Macam Kafalah
e.       Pelaksanan Kafalah
f.       Pembayaran Dhamin
g.      Hikmah dan Manfaat Kafalah
h.      Berakhirnya Akad Kafalah
i.        Contoh Kasus




BAB II
PEMBAHASAN
KAFALAH
A. PENGERTIAN                                
            Al-kafalah menurut bahasa berarti al-dhaman (jaminan), hamalah (beban) dan za’amah (tanggungan). Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan al-kafalah atau al-dhaman sebagai mana dijelaskan oleh para ulama adalah sebagai berikut.
1.      Menurut mazhab Hanafi al-kafalah memiliki dua pengertian, yang pertama arti al-kafalah ialah : “menggabungkan suatu tanggungan kepada tanggungan yang lain dalam penagihan, dengan jiwa, utang atat zat benda.”
Pengertian al-kafalah yang kedua:
“menggabungkan tanggungan kepada tanggungan yang lain dalam pokok atau asal hutang”
2.      Menurut Mazhab Maliki al-kafalah ialah:
“orang yang mempunyai mengerjakan hak dan tanggungan memberi beban serta bebannya sendirinya yang disatukan,baik menangung pekerjaan yang sesuai atau (sama) maupun pekerjaan yang berbeda.
3.      Menurut mazhab Hambali bahwa yang dimaksud al-kafalah adalah:
“iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang lain serta kekekalan benda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang yang mempunyai hak menghadirkan dua harta atau pemiliknya kepada orang yang mempunyai hak.”
4.      Menurut mazhab Syafi’i yang dimaksud dengan al-kafalah ialah;
“ akad yang menteapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan atau beban yang lain atau menhadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan  badan oleh orang yang berhak menghadirkannya.”[1]

Sedangkan pengertian al-kafalah dalam perbankan Syariah yaitu sebagai berikut:
Al-kafalah adalah pemberian garansi kepada nasabah untuk menjamin pelaksaan proyek dan pemenuhan kewajiban tertentu oleh pihak yang dijamin dengan cara bank meminta pihak yang dijamin untuk menyetorkan sejumlah dana sebagai setoran jaminan dengan prinsip al-wadiah.[2]
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung(kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajibanpihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.[3]

B. DASAR HUKUM AL-KAFALAH
1. Al-qur’an
Description: Quran, Yusuf, Ayat 66
Artinya : “ ya’kub berkata aku tidak membiarkannya pergi bersamamu sebelum kau memberikan  janji yang tueguh atas  nama allah bahwa kamu pasti membawanya kembali kepadaku.” (yusuf : 66)[4]
$ygn=¬6s)tFsù $ygš/u @Aqç7s)Î/ 9`|¡ym $ygtFt7/Rr&ur $·?$t6tR $YZ|¡ym $ygn=¤ÿx.ur $­ƒÌx.y ( $yJ¯=ä. Ÿ@yzyŠ $ygøŠn=tã $­ƒÌx.y z>#tósÏJø9$# yy`ur $ydyZÏã $]%øÍ ( tA$s% ãLuqöyJ»tƒ 4¯Tr& Å7s9 #x»yd ( ôMs9$s% uqèd ô`ÏB ÏZÏã «!$# ( ¨bÎ) ©!$# ä-ãötƒ `tB âä!$t±o ÎŽötóÎ/ A>$|¡Ïm ÇÌÐÈ  
Artinya : “ Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.
Pada ayat lain Allah swt. Berfirman:
(#qä9$s% ßÉ)øÿtR tí#uqß¹ Å7Î=yJø9$# `yJÏ9ur uä!%y` ¾ÏmÎ/ ã@÷H¿q 9ŽÏèt/ O$tRr&ur ¾ÏmÎ/ ÒOŠÏãy ÇÐËÈ  
Artinya : “ penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnnya. Yusuf 72.
2. Sunnah
Rasulullah SAW telah dihadapkan kepadanya mayat  seoarang laki-laki untuk di shalatkan. Rasululah SAW bertanya :”apakah ia mempunyai warisan?”sahabat menjawab: “ tidak” rasulullah bertany alagi “ apakah ia mempunyai hutang?”sahabat menjawab:” ya,sejumlah tiga dinar”. Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menyalatkannny (ttetapi beliau sendii tidak). Dalam pada itu abu Qatadah berkata : “ saya menjamin hutangnya ya rasulullah” maka rasulullah menyalatkan mayat tersebut.”(H.R Bukhari)[5]
Hadis tersebut menjelaskan tentang utang seseorang yang telah meninggal dunia, yang kemudian ditanggung oleh seorang sahabat, yaitu Abu Qatadah. Ini menunjukkan bahwa tanggungan (kafalah) hukumnya dibolehkan[6]


C. RUKUN DAN SYARAT AL-KAFALAH
1. Rukun Kafalah
Menurut ulama Hanafiah, rukun kafalah hanya satu yaitu ijab dan qabul. Akan tetapi , menurut ulama yang lain, rukun kafalah ada lima, yaitu:
a.      Shighat,
b.      Dhamin atau kafil
c.       Madhmun atau makful lahu, yaitu pemilik hak
d.      Madhmun atau makful’anhu, dan
e.       Madmun atau makful atu disebut juga makful bih.
2. Syarat- syarat Kafalah
Syarat-syarat kafalah berkaitan dengan rukun-rukun yang disebutkan di atas, yaitu syarat shighat, syarat kafil, syarat makful lahu, syarat makful ‘anhu, dan syaratmakful bih.
a.Syarat shighat
Ulama-ulama Hanafiah tidak memberikan syarat-syarat yang khusus untuk shighat (redaksi) ijab dan qabul dalam kafalah. Menurut mereka shighat kafalah bisa dengan setiap lafal yang mengandung arti tanggungan atau iltizam, seperti saya tanggung, saya jamin,saya tanggung jawab. Syarat yang lain yang disepakati juga oleh para ulamabahwa shighat tidak digantungkan dengan syarat yang tidak relevan dengan akad kafalah, dan tidak dikaitkan dengan waktu. Contoh akad yang dikaitkan dengan waktu.”saya jamin harta si fulan dalam waktu satu bulan”. Shighat macam ini hukumnya tidak sah.
b. Syarat kafil (Dhamin)
·         Baligh. Tidak sah bagi seorang anak yang masih dibawah umur untuk menanggung kepentingan orang lain. Syarat ini disepakati oleh para fuqaha mazhab empat.
·         Berakal. Tidak sah kafalah yang dilakukan oleh orang gila. Syarat ini juga disepakati oleh fuqaha mazhab empat.
·         Tidak mahzur a’laih karena boros. Apabila kafil dinyatakan mahjur ‘alaiah karena sebab yang lain selain boros, maka kafalah-nya hukumnya sah.
·         Kafil tidak berada dalam keadaan maradul maut (sakit keras). Dalam keadaan ini maka kafalah-nya tidak sah dengan dua syarat, yaitu
a)      Ia mempunyai utang yang menghabiskan hartanya. Apabila ia tidak punya utang yang menghabiskan hartanya, maka kafalah-nya tetap sah.
b)      Tidak ada tambahan harta yang baru setelah ia meninggal. Apabila ada tambahan harta baru setelah ia meninggal maka kafalah-nya hukumnya sah.
·          Tidak dipaksa. Dengan demikiankafalh orang yang dipaksa hukumnya tidak sah.
·         Hanafiyah menambahkan syarat kafil harus orang merdeka. Akan tetapi ini bukan syarat sah melainkan syarat nafadz.
c. Syarat Makful Lahu
Makful Lahu adalah orang yang kepentingannya ditanggung, yaitu pemilik utang (shahib ad-dain). Syarat untuk pemilik utang (makful lahu) adalah :
1.      Harus jelas (diketahui). Dengan demikian, tidak sah menjamin seseorang yang ia (penjamin) tidak mengetahuinya. Akan tetapihanabilah menyatakan syarat ini tidak perlu. Dengan demikian menurut Hanabilah penjamin tidak perlu mengetahui makfullahu. Alasan Hanabilah antara lain tindakan Ali dan Abu Qatadah yang menjamin orang yang yang makful lahu-nya tidak diketahui.
2.      Berakal. Tidak sah menjamin seseorang yang gila. Hal tersebut dikarenakan dalam kafalah harus ada qabul (penerimaan) dan orang gila qabul nya tidak sah.
d. Syarat Makful ‘Anhu
Makful anhu adalah al-mudin, yaitu orang yang memiliki beban utang. Syarat untuk al-mudin adalah ia tidak mahjur’alaiah karena boros. Menurut Hanabilah dan Syafi’iah ia (makful anhu)tidak disyaratkan harus diketahui oleh penjamin. Alasan Hanabilah antara lain tindakan Ali dan Abu Qatadah seperti yang telah dijelaskan diatas.
e.SyaratMakful atau MakfulBih
Makful atau makful bih adalah objek kafalah, baik berupa barang, utang, orang, maupun pekerjaan yang wajib dikerjakan oleh makful anhu.[7]
D. MACAM-MACAM AL-KAFALAH
            Secara umum atau garis besar, al-kafalah dibagi menjadi dua bagain, yaitu kafalah dengan jiwa (bi an –nafs) dan kafalah dengan harta( bi al-mal). Kafalah dengan jiwa dikenal pula dengan kafalah bi al-wajhi, yaitu adanya kemestian atau keharusan pada pihak penjamin untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makfullah).
1.      kafalah bi an-nafs
syarat-syarat kafalah bi an-nafs:
a.          Makful dan makful lahu harus diketahui.
b.         Makful harus setuju.
c.          Harus ada izin (persetujuan wali) spsbils mskful belum mukallaf.
d.         Hak yang berkaitan dengan makful bih adalah hak adami ( manusia/ individu) bukan hak Allah.
Kafalah bi an-nafs dibolehkan jika pertanggunagn itu menyangkut persoalan hak manusia.
Contoh: Rahmat meminjam uang ke Bank Muamalat, tetapi Rahmat tidak punya Assets untuk sebagai boroh, akhirnya pak lurah menjamin Rahmat, supaya Bank merasa yakin, karena lurah tanggung jawab kepada masyarakatnya. Dengan akad saya yang menjamin Rahmat.


2.      Sedangkan kafalah harta yaitu kewajiban yang musti ditunaikan oleh dhamin atau kafil dengan pembayaran berupa harta. Kafalah harta ada tiga macam:
1.      Kafalah bi al-dain, yaitu kewajiban  membayar hutang yang menjadi beban orang lain, dalam hadis salamah bin Aqwa bahwa Nabi SAW tidak mau menshalatkan mayat yang mempunyai kewajiban membayar hutang.

Contoh:”  Bu Irma mempunyai utang Rp. 500.000,- di Toko Jaya Abadi, utang ini akan dibayar Bu Irma 2 bln yang akan datang, tetapi belum sempat 2 bln beliau sakit, akhirnya meninggal, dan disini anaknya menjamin utang tersebut.

Dalam kafalah hutang disyaratkan sebagi berikut:
a)      Hendaklah nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transakisi jaminan.
b)      Hendaklah barang yang dijamin diketahui menurut mahzab syafiii dan Ibn Hazm bahwa sesorang tidak sah menjamin barang yang tidak diketahui, sebab itu perbuatan tersebut adalah gharar.
2.      Kafalah dengan penyerahan benda, yaitu kewajiban menyerahkan benda-benda tetentu yang ada di tangan orang lain.

Contoh: “ penyerahan barang terhadap pembayaran didahulukan, berarti dalam hal ini penanggung menjamin hak si pembeli.

3.      Kafalah dengan ‘aib maksudnya bahwa barang yang di dapati berupa harta terjual dan mendapt bahaya ( cacat) karena waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal lainnya, maka ia ( pembawa barang) sebagai jaminan untuk hak pembeli pada penjual.



E. PELAKSANAAN AL-KAFALAH
            Al-kafalah dapat dilaksanakn dengan tiga bentuk, yaitu munjaz (tanjiz), muallaq (ta’liq) dan mu’aqqat ( tauqit).
·         Munjaz (tanjiz) Dengan cara ini yaitu: adanya pernyataan dari pihak penanggua ( kafiil), seperti: aku menjamin si Ahmad sekarang, aku jamin si Ahmad, aku tanggung si Ahmad, atau aku tanggulangi.[8]
·         Mu’allaq (ta’liq) adalah menjaminn sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu, seperti seseorang berkata, “ jika kamu mengutangkan pada anakku, maka aku akan membayarnya” atau “ jika kamu ditagih pada A maka aku yang akan membayarnya.”seperti firman Allah : yusuf 72
(#qä9$s% ßÉ)øÿtR tí#uqß¹ Å7Î=yJø9$# `yJÏ9ur uä!%y` ¾ÏmÎ/ ã@÷H¿q 9ŽÏèt/ O$tRr&ur ¾ÏmÎ/ ÒOŠÏãy ÇÐËÈ                                
Artinya:  penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya".
*      Mu’aqqat ( tauqit) adalah tanggungan yang harus dibayar dengan dikaitkan pada sewaktu-waktu.
F. PEMBAYARAN DHAMIN
      Apabila orang yang menjamin (dhamin) memenuhi kewajibannya dengan membayar utang orang yang ia jamin, ia boleh meminta kembali kepada madhmun ‘anhu apabila pembayaran itu atas izinnya. Dalam hal ini para ulama bersepakat, namun mereka berbeda pendapat apabila penjamin membayar atau menunaikanbeban orang yang ia jamin tanpa izin orang yang dijamin bebannya. Menurut al-Syafi’i dan Abu Hanifah bahwa membayar orang-orang yang dijamin tanpa izin darinya adalah sunnah, dhamin tidak punya hak  untuk  minta ganti rugi kepada orang yang ia jamin (madhmun ‘anhu). Menurut Mazhap Maliki, dhamin berhak menagih kembali kepada madhmun ‘anhu.
      Ibnu Hazm berpendapat bahwa dhamin tidak berhak menagih kembali kepada madhmun ‘anhu maupun tidak. Apabila madhmun ‘anhu ( orang yang ditanggung) tidak ada, kafil (dhamin) berkewajiban menjamin dan tidak dapat mengelak dari tuntunan kecuali dengan membayar atau orang yang menguntungkan menyatakan bebas untuk kafil dari utang makful lah ( orang yang mengutangkan) adalah mem-fasakh-kan akad kafalah, sekalipun makful ‘anhu dan kafil tidak rela.[9]     
G. HIKMAH DAN MANFAAT KAFALAH
Dengan adanya kafalah pihak yang dijamin atau disebut juga dengan madhmun anhu dapat menyelesaikan proyek atau usaha bisnisnya dengan ditanggung pengerjaanya dan bisa selesai dengan tepat waktu atau efisien dengan jaminan pihak ketiga yang menjamin pengerjaannya . Sedangkan dengan adanya kafalah pihak yang terjamin atau dalam istilah fiqh mua’amalah disevbut sebagai Madhmun lahu menerima jaminan oleh penjamin (dalam hal ini bank ) bahwa proyek yang diselesaikan oleh nasabah tadi dapat selesai dengan tepat waktunya dan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya . Karena kafalah merupakan pengambil alihan resiko oleh bank apabila nasabah tadi di luar kesengajaan dan kelalaian . dan keuntungan pun akan diterima oleh pihak bank sebagai pemberi jaminan.
Adapun praktik bank dalam membumikan prinsip kafalah yang sesuai dengan syariah islam bisa dilangsungkan dalam praktik bank garansi dan Letter Of Credit . Praktik bank garansi bisa diberlangsungkan dengan cara bank sebagai kafiil menerbitkan surat tanggungan kepada pemilik proyek atau usaha dengan permintaan dari nasabah. Sehubungan dengan kontrak atau transaksi yang telah disepakati sebelumnya antara bank , nasabah dan pemilik proyek. Namun apabila terjadi hal-hal yang tak diinginkan seperti resiko di luar kesengajaan ataupun kelalaian berdasarakan surat jaminan yang dikeluarkan oleh bank penjamin proyek maka pihak ketiga / pemilik proyek dapat mengajukan klaim kepada penerbit bank garansi tadi.

H. BERAKHIRNYA AKAD KAFALAH
Apabila jenis kafalah bi al-ma, maka kafalah berakhir dengan salah satu dari dua perkara:
1.      Harta telah diserahkan kepada pemilik hak (ad-dain) atau dalam pengertian diserahkan, baik penyerahan tersebut oleh penjamin (kafil) maupun oleh ashil atu makful ‘anhu.demikian pula kafalah berakhir apabila pemilik hak menghibahkan hartanya kepada penjamin atau menyedekahkannya kepada penjamin. Kafalah juga berakhir apabila pemilik hak meninggal dan hartanya diwarisoleh kafil karena dengan dengan warisan ia memiliki apa yang berada dalam tanggungannya.
2.      Utang telah dibebaskan atau dalam pengertian dibebaskan. Apabila pemilik hak membebaskan penjamin (makful anhu)maka kafalah menjadi berakhir. Hanya saja apabila  ad-dain membebaskan kafil (penjamin) maka ashil (makful anhu) belum bebas dari utang. Sebaliknya, apabila ad-dain membebaskan al-ashil (makful anhu) maka penjamin menjadi bebas, karena utang tersebut ada pada ashil bukan kafil. Demikian pula kafalah berakhir dengan adanya perdamaian.
Apabila jenis kafalah-nya kafalah bi an-nafs,maka kafalah berakhir karena tiga sebab sebagai berikut:
1.      Penyerahan diri orang yang dituntutdi tempatyang memungkinkannya untuk dihadapkandi muka siding pengadilan.apabila penyerahan dilakukan di lapangan atau tempat yang tidak mungkin terdaka dihadapkan dimuka sidang maka kafil(penjamin) belum bebas karena tujuan penyerahan belum terwujud.
2.      Pembebasan terhadap kafil oleh pemilik hak darikewajiban kafalah bi an-nafs. Tetapi ashil (makful anhu) tiak bebas karena pembebasannya termasuk juga makful anhu maka kedua-duanya bebas.
3.      Meninggalnya makful anhu. Apabila al-ashil meninggal dunia maka kafalah menjadi berakhir dan kafil (penjamin) telah bebas dari tugas kafalah bi an-nafs karena makful tidak mungkin untuk dihadirkan. Demikian pula kafalah berakhir karena meninggalnya penjamin tetapi apabila makful lahu yang meninggal maka kafalah bi an-nafs tidak gugur, dan kedudukannya digantikannya oleh ahli waris atau pemegang wasiatnya.

Apabila jenis kafalah bi al-ain maka kafalah dapat berakhir karena dua hal yaitu sebagai berikut:

1.      Penyerahan benda yang ditanggung (dijamin) apabila barangnya masih ada, atau persamannya atau harganya apabila barangnya telah rusak.
2.      Pembebasan kafil dari tugas kafalah. Misalnya perkataan pemilik hak “ saya bebaskan engkau dari tugas kafalah” Demikian pula kafalah dapat gugur (berakhir) karena pembahasan ashil (makful) dari kewajiban menyerahkan barang yang ada padanya.[10]

I. CONTOH KASUS
1.      kafalah bi an-nafs
Rahmat meminjam uang ke Bank Muamalat, tetapi Rahmat tidak punya Assets untuk sebagai boroh, akhirnya pak lurah menjamin Rahmat, supaya Bank merasa yakin, karena lurah tanggung jawab kepada masyarakatnya. Dengan akad saya yang menjamin Rahmat.
2.      Kafalah bil-mal
Bu Irma mempunyai utang 500.000,- di Toko Jaya Abadi, utang ini akan dibayar Bu Irma 2 bln yang akan datang, tetapi belum sempat 2 bln beliau sakit, akhirnya meninggal, dan disini anaknya menjamin utang tersebut.








BAB III
KESIMPULAN
A.    KESIMPULAN
1.      Al-kafalah menurut bahasa berarti al-dhaman (jaminan), hamalah (beban) dan za’amah (tanggungan).
2.      Dalam perbankan, al-kafalah adalah pemberian garansi kepada nasabah untuk menjamin pelaksaan proyek dan pemenuhan kewajiban tertentu oleh pihak yang dijamin dengan cara bank meminta pihak yang dijamin untuk menyetorkan sejumlah dana sebagai setoran jaminan dengan prinsip al-wadiah.
3.      Kafalah terbagi dua yaitu kafalah bin-nafs dan kafalah bil-maal
·         Kafalah bin-nafs yaitu adanya kemestian atau keharusan pada pihak penjamin untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makfullah).
·         Kafalah bil-maal yaitu kewajiban yang musti ditunaikan oleh dhamin atau kafil dengan pembayaran berupa harta. Kafalah ini terbagi lagi kepada tiga yaitu: kafalah bil al-dain, kafalah debgan penyerahan benda, dan kafalah dengan ai’b.

B.     SARAN
Pemakalah menyadari bahwa penulisan makalh ini belum sempurna dan masih banyak kesalahan, untuk itu pemakalah sangat mengharapkan saran dari Ibu dosen pembimbing dalam mata kuliah ini,







[1] Hendi suhendi,Fiqh Muamalah.(Jakarta : Raja Grafindo persada.2011). hal. 187-189.
[2] Warkum sumitro. Asas-asas perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga terkait.(jakarta: Raja Grafindo Persada.1996) . hal. 41
[3] Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah.(Jakarta:Gema Insani. 2001). Hal.123.
[4] Karnaen Perwaatmadja. Apa dan Bagaimana Bank Islam.( Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf. 1992). Hal.
                [5] Sunarto Zulkifli. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah.( jakarta: Zikrul Hakim. 2003). Hal. 31-32
                [6] Ahmad Wardi Muslich. Fiqh Muamalat.(Jakarata: AMZAH. 2010).Hal.437.
                [7] Ahmad Wardi Muslich. Op.Cit. hal. 438-440.
                [8] Chairuman Pasaribu. Hukum Perjanjian Dalam Islam. ( Jakarta: Sinar Grapika. 2004). Hlm.149
[9] Hendi Suhendi. Op. Cit. Hal. 195-196
[10] Ahmad Wardi Muslich. Op.Cit. Hal.445-446.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarat Account Officer

Syarat Account Officer Ideal Seorang Account Officer (AO) adalah orang yang melakukan pemasaran dan penjualan kredit perbankan . d...