Sabtu, 09 November 2013

Akuntansi Wakalah




AKUNTANSI WAKALAH

PEMBAHASAN
A.  Pengertian Wakalah
Al-Wakalah atau Al-Wikalah atau At-Tahwid artinya penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Akad wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Karena tidak semua hal dapat diwakilkan contohnya seperti sholat, puasa, bersuci, qishas, dan lain sebagainya.[1] dalam bahasa arab, Al-wakalah dipahami sebagai At-Tafwidh, contoh kalimat, “ aku serahkan urusanku kepada Allah, mewakili pengertian istilah tersebut.
Pengertian yang sama dengan menggunakan kata al-hifzhu disebut dalam firmanAllah حسبنا الله ونعم الوكيل“cukuplah Allah sebagai penolong kami dan dia sebaik-baik pemelihara” Akan tetapi, yang dimaksud sebagai wakalah dalam pembahasan ini adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan. Secara terminologi (syara’) sebagaimana dikemukakan oleh fukaha, Pengertian wakalah adalah sebagai berikut:
1.    Imam Taqy al-Din Abu Bakr Ibn Muhammad al-Husaini “menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kepada orang lain agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya”.
2.    Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie “Akad penyerahan kekuasaan dimana pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai gantinya untuk bertindak”. ssDari dua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa wakalah adalah sebuah transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.
Dalam PSAK No. 59 wakalah merupakan Akad pemberian kuasa dan muwakil (pemberi kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa.[2]
Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakkil) itu dapat secara sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun, karena satu dan lain hal urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh karena itu, jika seorang (muwakkil) itu ialah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang gila atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain. Contoh wakalah, seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali nikah dalam pernikahan anak perempuannya.
Contoh lain seorang terdakwa mewakilkan urusan kepada pengacaranya. Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Alasannya, tidak semua orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan urusannya sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya.
B.  Landasan Hukum Wakalah
1.    Al-Quran
Salah satu dibolehkannya Al-wakalah adalah firman Allah SWT berkenaan dengan kisah ash-habul kahfi,
وكذالك بعثناهم ليتساءلوا بينهم قال قاءل منهم كم لبثتم قالوا لبثنا يوما أو بعض يوم قالو  ربكم أعلم بما لبثتم فابعثوا أحدكم  بورقكم  هذه الي المدينة فلينظر أيها أزكي طعاما فليأتكم برزق منه وليتلطف
 ولا يشعرن بكم أحدا 
 ‘Dan demikianlah kami bangkitkan mereka agar saling bertanya diantara mereka sendiri. Berkata salah seorang diantara mereka, ‘sudah berapa lamakah kamu berada disini,? Mereka menjawab, ‘kita sudah berada disini satu atau setengah hari.’ Berkata (yang lain lagi), ‘tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kami berada disini. Maka, suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan yang lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun’.
Ayat ini melukiskan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli makanan.
Ayat lain yang menjadi rujukan wakalah adalah kisah tentang nabi yusuf as disaat ia berkata kepada rajanya Jadikanlah aku bendaharawan  negara (mesir).
قال أجعلني علي خزاءن الارض اني حفيظ عليم
Jadikanlah aku bendaharawan  negara (mesir). Sesungguhnya aku adalah seorang yang pandai menjaga lagi berpengalaman’. Dalam konteks ayat ini, Nabi Yusuf siap untuk menjadi wakil dan mengemban amanah menjaga “federal reserve” negara mesir.
2.    Al-Hadits
Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan wakalah, diantaranya:
أن رسول الله صلي الله عليه وسلم بعث أبا رافع ورجلا من الأنصار فزوجاه ميمونة بنت الحارث
Bahwasanya Rasulullah saw, mewakilkan kepada abu rafi’ dan seorang anshar untuk mewakilkannya mengawini maimunah binti harits
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar utang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya.
3.    Ijma’
Para ulama pun bersepakat dengan ijma’ atas dibolehkannya wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk dalam jenis ta’awun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong menolong diserukan dalam Al-Qur’an  dan disunahkan oleh Rasulullah saw Allah  berfirman:


وتعاونوا علي البر والتقوي ولا تعاونوا علي الاثم والعدوان.....
Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan....’
Rasulullah saw. Bersabda,
والله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه
Dan, Allah menolong hamba selama hamba menolong saudara
Dalam perkembangan fiqih islam, status wakalah sempat diperdebatkan:
Apakah wakalah masuk dalam kategori niabah, yakni sebatas mewakili, atau kategori wilayah atau wali. Hingga kini, dua pendapat tersebut terus berkembang.
Pendapat pertama menyatakan bahwa wakalah ialah niabah atau mewakili. Menurut pendapat ini, siwakil tidak dapat menggantikan seluruh fungsi muwakil
Pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah  adalah wilayah karena khilafah (menggantikan) dibolehkan untuk yang mengarah kepada yang lebih baik, sebagai mana dalam jual beli, melakukan pembayaran secara tunai lebih baik,walaupun diperkenankan secara kredit. Pekerjaan yang diwakilkan adalah semua pekerjaan yang dapat diakadkan oleh dirinya sendiri, artinya secara hukum pekerjaan ini dapat gugur jika digantikan. Contoh : mewakilkan sesuatu kepada orang lain untuk menjual barang atau membeli, dan menjadi wali pernikahan.
Adapun pekerjaan yang tidak dapat diwakilkan adalah pekerjaan yang tidak ada campur tangan perwakilan artinya hukum ini tidak gugur jika digantikan orang lain seperti ibadah badaniyah, karena dalam ibadah badaniyah ini tujuannya adalah untuk menguji ketaatan seorang hamba pada rabbnya, yang mana tujuan itu tidak dapat tercapai jika digantikan orang lain seperti shalat dan puasa.



C.  Berakhirnya Akad Wakalah
Transaksi wakalah dianggap berakhir atau tidak dapat dilanjutkan dikarenakan adanya salah satu sebab dibawah ini:
a.    Meninggalnya salah satu pihak dari yang berakad
b.    Bila salah satunya gila
c.    Pekerjaan yang dimaksudkan dihentikan
d.   Keluarnya orang yang mewakilkan dari status kepemilikan
e.    Wakil memutuskan sendiri, menurut hanafi tidak perlu bagi muwakkil mengetahuinya.
f.     Pemutusan oleh muwakkil terhadap wakil, meskipun wakil tidak mengetahui menurut syafi’i dan hambali, tetapi bagi hanafi wakil wajib tahu, sebelum ia tahu maka tindakannya seperti sebelum ada pemutusan mutuskan
Pada hakikatnya  pemberian dan pemeliharaan amanat.[3]
Oleh karena itu, baik orang yang mewakilkan dan orang yang mewakili yang telah  melakukan kerja sama/ kontrak wajib bagi keduanya untuk menjalankan hak dan kewajibannya, saling percaya, dan menghilangkan sifat curiga serta berburuk sangka. Dari sisi lain, dalam wakalah terdapat pembagian tugas, karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menjalankan pekerjaannya dengan dirinya sendiri. Dengan mewakilkan kepada orang lain, maka muncullah sikap saling tolong menolong dan memberikan pekerjaan bagi yang sedang menganggur. Dengan demikian, oihak yang mewakilkan akan terbantu dalam menjalankan pekerjaannya dan pihak wakil akan mendapatkan imbalan atas pekerjaannya.



D.  Aplikasi Akad Wakalah dalam Perbankan
Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang ekonomi, terutama dalam institusi keuangan, seperti:
1) Transfer uang Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang tersebut:
a) Wesel pos, Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju. Berikut adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.
b) Transfer uang melalui cabang suatu bank. dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut. Berikut adalah proses pentrasferan uang melalui cabang sebuah bank.
c) Transfer melalui ATM Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM


2) Letter  of  Credit Impor, Akad untuk transaksi letter of credit impor syariah ini menggunakan akad wakalah bil ujrah. Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional nomor:34/DSN-MUI/IX/2002. Akad wakalah bil ujrah ini memiliki definisi dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan situasi yang terjadi.
a) Akad wakalah bil ujrah
·  Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor.
·  Importir dan bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
·  Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
b) Akad wakalah bil ujrah dan Qardh
·   Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
·   Importir dan bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk pengurusan dokumentasi dokumentasi transaksi impor.
·  Besar ujrah harus disepakati di awal dan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
·  Bank memberikan dana talangan (qardh) pada importir untuk pelunasan pembayaran barang impor
c) Akad wakalah bil ujrah dan mudharabah
·  Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah pada bank untuk pengurusan dokumen dan pembayaran.
· Bank dan importir melakukan akad mudharabah, dimana bank bertindak selaku shohibul mal menyerahkan mal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor.


d) Akad wakalah bil ujrah dan hiwalah
·  Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
·  Importir dan bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen barang yang diimpor.
·  Besar ujrah harus disepakati di awal dan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
· Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor.
3) Letter of Credit Ekspor, Akad untuk transaksi letter of credit eksport syariah ini menggunakan akad wakalah. Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002. Akad wakalah ini memiliki definisi dimana bank menerbitkan surat pernyataan akan membayar kepada eksportir untuk memfasilitasi perdagangan eksport. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan situasi.
a) Akad wakalah bil ujrah
·  Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
· Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah.
·  Besar ujrah harus disepakati di awal dan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk presentase.
b) Akad wakalah bil ujrah dan qardh
·  Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor
·  Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank)
· Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada nasabah eksportir sebesar harga barang ekspor.
·  Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan prosentase.
·  Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad.
· Antara akad wakalah bil ujrah dan qardh tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).
c)  Akad wakalah bil ujrah dan mudharabah
· Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir.
·  Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
·  Bank melakukan penarikan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).
·  Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo(usance).
·  Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk membayar ujrah, pengembalian dana mudharabah, dan pembayaran bagi hasil.
·  Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk presentase.
4) Investasi Reksadana Syariah, Akad untuk investasi reksadana syariah ini menggunakan akad wakalah dan mudharabah. Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001. Akad wakalah ini memiliki definisi dimana pemilik modal memberikan kuasa kepada menejer investasi agar memiliki kewenangan untuk menginvestasikan dana dari pemilik modal.
5) Pembiayaan Rekening Koran Syariah, Akad untuk pembiayaan rekening koran syariah ini menggunakan akad wakalalah. Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional nomor: 30/DSN/VI/2002. Akad wakalah ini memiliki definisi dimana bank memberikan kuasa kepada nasabah untuk melakukan transaksi yang diperlukan.
6) Asuransi Syariah, Akad untuk asuransi syariah ini menggunakan akad wakalah bil ujrah. Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional nomor: 52/DSN-MUI/III/2006.

E.  Perlakuan Akuntansi Wakalah
1. Bagi pihak yang mewakilkan/wakil/penerima kuasa:
a. Pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu).
Jurnal:
Kas                                                                                        xxx
          Pendapatan Wakalah                                                              xxx
b. Pada saat membayar beban
Jurnal:
Beban Wakalah                                                                     xxx
          Kas                                                                                          xxx
c.  Pada saat diterima pendapatan untuk jangka waktu dua tahun di muka
Jurnal:
Kas                                                                                        xxx     
          Pendapatan wakalah diterima di muka                                   xxx
d. Pada saat mengakui pendapatan wakalah akhir periode
Jurnal:
Pendapatan wakalah diterima di muka                                 xxx
          Pendapatan wakalah                                                               xxx
2. Bagi pihak yang meminta diwakilkan
Pada saat membayar ujr/komisi
Jurnal:
Beban wakalah                                                                          xxx
               Kas                                                                                          xxx                                                                                            






KESIMPULAN
1. Al-Wakalah atau Al-Wikalah atau At-Tahwid artinya penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.
2. Dalam PSAK No. 59 wakalah merupakan Akad pemberian kuasa dan muwakil (pemberi kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa.
3. Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang ekonomi, terutama dalam institusi keuangan.




DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Sri dan Wasilah.2011. Akuntansi Syari’ah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Suhendi, Hendi. 2011.Fiqih Muamalah.Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002.PSAK No.59.Jakarta Selatan: Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia.






[1] Sri Nurhayati dan Wasilah,Akuntansi Syari’ah di Indonesia(Jakarta:Salemba Empat.2011).hal. 251
[2] Ikatan Akuntan Indonesia,  PSAK No.59.( Jakarta Selatan: Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia. 2002.)
[3] Hendi Suhendi,Fiqih Muamalah.(Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada.2011).hal. 237

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarat Account Officer

Syarat Account Officer Ideal Seorang Account Officer (AO) adalah orang yang melakukan pemasaran dan penjualan kredit perbankan . d...