AKUNTANSI WAKALAH
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakalah
Al-Wakalah atau Al-Wikalah atau At-Tahwid artinya
penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Akad wakalah adalah akad
pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh
diwakilkan. Karena tidak semua hal dapat diwakilkan contohnya seperti sholat,
puasa, bersuci, qishas, dan lain sebagainya.[1]
dalam bahasa arab, Al-wakalah dipahami sebagai At-Tafwidh, contoh kalimat, “
aku serahkan urusanku kepada Allah, mewakili pengertian istilah tersebut.
Pengertian yang sama dengan menggunakan kata
al-hifzhu disebut dalam firmanAllah حسبنا الله ونعم
الوكيل“cukuplah Allah sebagai penolong kami dan dia sebaik-baik
pemelihara” Akan tetapi, yang dimaksud sebagai wakalah dalam pembahasan ini
adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang
diwakilkan. Secara terminologi (syara’) sebagaimana dikemukakan oleh fukaha,
Pengertian wakalah adalah sebagai berikut:
1. Imam
Taqy al-Din Abu Bakr Ibn Muhammad al-Husaini “menyerahkan suatu pekerjaan yang
dapat digantikan kepada orang lain agar dikelola dan dijaga pada masa
hidupnya”.
2.
Menurut Hasbi
Ash-Shiddiqie “Akad penyerahan kekuasaan dimana pada akad itu seseorang
menunjuk orang lain sebagai gantinya untuk bertindak”. ssDari dua definisi
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa wakalah adalah sebuah transaksi dimana
seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengerjakan
pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.
Dalam PSAK No. 59 wakalah merupakan
Akad pemberian kuasa dan muwakil (pemberi kuasa/nasabah) kepada wakil
(penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas
nama pemberi kuasa.[2]
Dalam wakalah sebenarnya pemilik
urusan (muwakkil) itu dapat secara sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara
sendiri. Namun, karena satu dan lain hal urusan itu ia serahkan kepada orang
lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh karena itu, jika seorang
(muwakkil) itu ialah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu
seperti orang gila atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang
lain. Contoh wakalah, seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak
sebagai wali nikah dalam pernikahan anak perempuannya.
Contoh lain seorang terdakwa
mewakilkan urusan kepada pengacaranya. Islam mensyariatkan wakalah karena
manusia membutuhkannya. Alasannya, tidak semua orang mempunyai kemampuan atau
kesempatan untuk menyelesaikan urusannya sendiri. Pada suatu kesempatan,
seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili
dirinya.
B. Landasan Hukum Wakalah
1. Al-Quran
Salah satu dibolehkannya Al-wakalah adalah firman Allah SWT berkenaan dengan kisah ash-habul kahfi,
Salah satu dibolehkannya Al-wakalah adalah firman Allah SWT berkenaan dengan kisah ash-habul kahfi,
وكذالك
بعثناهم ليتساءلوا بينهم قال قاءل منهم كم لبثتم قالوا لبثنا يوما أو بعض يوم قالو
ربكم أعلم بما لبثتم فابعثوا أحدكم بورقكم هذه الي المدينة
فلينظر أيها أزكي طعاما فليأتكم برزق منه وليتلطف
ولا
يشعرن بكم أحدا
‘Dan demikianlah kami bangkitkan mereka
agar saling bertanya diantara mereka sendiri. Berkata salah seorang diantara
mereka, ‘sudah berapa lamakah kamu berada disini,? Mereka menjawab, ‘kita sudah
berada disini satu atau setengah hari.’ Berkata (yang lain lagi), ‘tuhan kamu lebih
mengetahui berapa lamanya kami berada disini. Maka, suruhlah salah seorang
diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia
lihat manakah makanan yang lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan yang
lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia
berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada
seorangpun’.
Ayat ini melukiskan perginya salah seorang ash-habul
kahfi yang bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka
dalam memilih dan membeli makanan.
Ayat lain yang menjadi rujukan wakalah adalah kisah
tentang nabi yusuf as disaat ia berkata kepada rajanya Jadikanlah aku
bendaharawan negara (mesir).
قال أجعلني علي خزاءن الارض اني حفيظ
عليم‘
Jadikanlah aku bendaharawan negara (mesir).
Sesungguhnya aku adalah seorang yang pandai menjaga lagi berpengalaman’. Dalam
konteks ayat ini, Nabi Yusuf siap untuk menjadi wakil dan mengemban amanah
menjaga “federal reserve” negara mesir.
2.
Al-Hadits
Banyak hadits yang dapat dijadikan
landasan keabsahan wakalah, diantaranya:
أن رسول الله صلي الله عليه وسلم بعث أبا رافع ورجلا من الأنصار فزوجاه ميمونة بنت الحارث
“Bahwasanya Rasulullah saw, mewakilkan kepada abu rafi’ dan seorang anshar untuk mewakilkannya mengawini maimunah binti harits”
أن رسول الله صلي الله عليه وسلم بعث أبا رافع ورجلا من الأنصار فزوجاه ميمونة بنت الحارث
“Bahwasanya Rasulullah saw, mewakilkan kepada abu rafi’ dan seorang anshar untuk mewakilkannya mengawini maimunah binti harits”
Dalam kehidupan sehari-hari,
Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan.
Diantaranya adalah membayar utang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya,
mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya.
3.
Ijma’
Para ulama pun bersepakat dengan
ijma’ atas dibolehkannya wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung
mensunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk dalam jenis ta’awun
atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong menolong diserukan
dalam Al-Qur’an dan disunahkan oleh Rasulullah saw Allah berfirman:
وتعاونوا
علي البر والتقوي ولا تعاونوا علي الاثم والعدوان.....
‘Dan
tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan janganlah
kamu tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan....’
Rasulullah saw. Bersabda,
والله
في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه
‘Dan, Allah menolong hamba selama hamba menolong
saudara’
Dalam perkembangan fiqih islam,
status wakalah sempat diperdebatkan:
Apakah wakalah masuk dalam kategori niabah, yakni sebatas mewakili, atau kategori wilayah atau wali. Hingga kini, dua pendapat tersebut terus berkembang.
Pendapat pertama menyatakan bahwa wakalah ialah niabah atau mewakili. Menurut pendapat ini, siwakil tidak dapat menggantikan seluruh fungsi muwakil
Apakah wakalah masuk dalam kategori niabah, yakni sebatas mewakili, atau kategori wilayah atau wali. Hingga kini, dua pendapat tersebut terus berkembang.
Pendapat pertama menyatakan bahwa wakalah ialah niabah atau mewakili. Menurut pendapat ini, siwakil tidak dapat menggantikan seluruh fungsi muwakil
Pendapat kedua menyatakan bahwa
wakalah adalah wilayah karena khilafah (menggantikan) dibolehkan untuk
yang mengarah kepada yang lebih baik, sebagai mana dalam jual beli, melakukan
pembayaran secara tunai lebih baik,walaupun diperkenankan secara kredit.
Pekerjaan yang diwakilkan adalah semua pekerjaan yang dapat diakadkan oleh
dirinya sendiri, artinya secara hukum pekerjaan ini dapat gugur jika
digantikan. Contoh : mewakilkan sesuatu kepada orang lain untuk menjual barang
atau membeli, dan menjadi wali pernikahan.
Adapun pekerjaan yang tidak dapat
diwakilkan adalah pekerjaan yang tidak ada campur tangan perwakilan artinya
hukum ini tidak gugur jika digantikan orang lain seperti ibadah badaniyah,
karena dalam ibadah badaniyah ini tujuannya adalah untuk menguji ketaatan
seorang hamba pada rabbnya, yang mana tujuan itu tidak dapat tercapai jika
digantikan orang lain seperti shalat dan puasa.
C.
Berakhirnya
Akad Wakalah
Transaksi wakalah dianggap berakhir
atau tidak dapat dilanjutkan dikarenakan adanya salah satu sebab dibawah ini:
a. Meninggalnya
salah satu pihak dari yang berakad
b. Bila
salah satunya gila
c. Pekerjaan
yang dimaksudkan dihentikan
d. Keluarnya
orang yang mewakilkan dari status kepemilikan
e. Wakil
memutuskan sendiri, menurut hanafi tidak perlu bagi muwakkil mengetahuinya.
f.
Pemutusan oleh
muwakkil terhadap wakil, meskipun wakil tidak mengetahui menurut syafi’i dan
hambali, tetapi bagi hanafi wakil wajib tahu, sebelum ia tahu maka tindakannya
seperti sebelum ada pemutusan mutuskan
Pada hakikatnya pemberian dan pemeliharaan amanat.[3]
Pada hakikatnya pemberian dan pemeliharaan amanat.[3]
Oleh karena itu, baik orang yang
mewakilkan dan orang yang mewakili yang telah melakukan kerja sama/
kontrak wajib bagi keduanya untuk menjalankan hak dan kewajibannya, saling
percaya, dan menghilangkan sifat curiga serta berburuk sangka. Dari sisi lain,
dalam wakalah terdapat pembagian tugas, karena tidak semua orang memiliki
kesempatan untuk menjalankan pekerjaannya dengan dirinya sendiri. Dengan
mewakilkan kepada orang lain, maka muncullah sikap saling tolong menolong dan
memberikan pekerjaan bagi yang sedang menganggur. Dengan demikian, oihak yang
mewakilkan akan terbantu dalam menjalankan pekerjaannya dan pihak wakil akan
mendapatkan imbalan atas pekerjaannya.
D.
Aplikasi
Akad Wakalah dalam Perbankan
Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke
dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang ekonomi, terutama dalam institusi
keuangan, seperti:
1) Transfer
uang Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad
Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai
Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan
kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain,
kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening),
dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada
kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer
uang tersebut:
a) Wesel
pos, Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil
kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah
yang dituju. Berikut adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.
b) Transfer
uang melalui cabang suatu bank. dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan
uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak
memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank
mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut. Berikut adalah
proses pentrasferan uang melalui cabang sebuah bank.
c) Transfer melalui ATM Kemudian ada juga proses
transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara
langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam
model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening
tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah
yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering
terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan
transfer sendiri melalui mesin ATM
2) Letter
of Credit Impor, Akad untuk transaksi letter of credit impor
syariah ini menggunakan akad wakalah bil ujrah. Hal ini sesuai dengan fatwa
dewan syariah nasional nomor:34/DSN-MUI/IX/2002. Akad wakalah bil ujrah ini
memiliki definisi dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan
pemberian ujrah atau fee. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai
dengan situasi yang terjadi.
a) Akad
wakalah bil ujrah
· Importir
harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor.
· Importir
dan bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen
transaksi impor.
· Besar
ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam
bentuk prosentase.
b) Akad
wakalah bil ujrah dan Qardh
· Importir
tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
· Importir
dan bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk pengurusan
dokumentasi dokumentasi transaksi impor.
· Besar
ujrah harus disepakati di awal dan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
prosentase.
· Bank
memberikan dana talangan (qardh) pada importir untuk pelunasan pembayaran barang impor
c) Akad
wakalah bil ujrah dan mudharabah
· Nasabah
melakukan akad wakalah bil ujrah pada bank untuk pengurusan dokumen dan pembayaran.
· Bank
dan importir melakukan akad mudharabah, dimana bank bertindak selaku shohibul
mal menyerahkan mal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor.
d) Akad
wakalah bil ujrah dan hiwalah
· Importir
tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
· Importir
dan bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen
barang yang diimpor.
· Besar
ujrah harus disepakati di awal dan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
prosentase.
· Hutang
kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada bank dengan
meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor.
3) Letter
of Credit Ekspor, Akad untuk transaksi letter of credit eksport syariah ini
menggunakan akad wakalah. Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional
nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002. Akad wakalah ini memiliki definisi dimana bank
menerbitkan surat pernyataan akan membayar kepada eksportir untuk memfasilitasi
perdagangan eksport. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan
situasi.
a) Akad
wakalah bil ujrah
· Bank
melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
· Bank
melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank),
selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah.
· Besar
ujrah harus disepakati di awal dan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
presentase.
b) Akad
wakalah bil ujrah dan qardh
· Bank
melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor
· Bank
melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank)
· Bank
memberikan dana talangan (qardh) kepada nasabah eksportir sebesar harga barang
ekspor.
· Besar
ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan
prosentase.
· Pembayaran
ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad.
· Antara
akad wakalah bil ujrah dan qardh tidak dibolehkan adanya keterkaitan
(ta’alluq).
c) Akad
wakalah bil ujrah dan mudharabah
· Bank
memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi
barang ekspor yang dipesan oleh importir.
· Bank
melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
· Bank
melakukan penarikan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).
· Pembayaran
oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight)
atau pada saat jatuh tempo(usance).
· Pembayaran
dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk membayar ujrah,
pengembalian dana mudharabah, dan pembayaran bagi hasil.
· Besar
ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam
bentuk presentase.
4) Investasi
Reksadana Syariah, Akad untuk investasi reksadana syariah ini menggunakan akad
wakalah dan mudharabah. Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional
nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001. Akad wakalah ini memiliki definisi dimana pemilik
modal memberikan kuasa kepada menejer investasi agar memiliki kewenangan untuk
menginvestasikan dana dari pemilik modal.
5) Pembiayaan
Rekening Koran Syariah, Akad untuk pembiayaan rekening koran syariah ini
menggunakan akad wakalalah. Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional
nomor: 30/DSN/VI/2002. Akad wakalah ini memiliki definisi dimana bank
memberikan kuasa kepada nasabah untuk melakukan transaksi yang diperlukan.
6) Asuransi
Syariah, Akad untuk asuransi syariah ini menggunakan akad wakalah bil ujrah.
Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional nomor: 52/DSN-MUI/III/2006.
E. Perlakuan Akuntansi Wakalah
1. Bagi
pihak yang mewakilkan/wakil/penerima kuasa:
a. Pada
saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu).
Jurnal:
Kas xxx
Pendapatan Wakalah xxx
b. Pada
saat membayar beban
Jurnal:
Beban
Wakalah xxx
Kas xxx
c. Pada
saat diterima pendapatan untuk jangka waktu dua tahun di muka
Jurnal:
Kas xxx
Pendapatan wakalah diterima di muka xxx
d. Pada
saat mengakui pendapatan wakalah akhir periode
Jurnal:
Pendapatan
wakalah diterima di muka xxx
Pendapatan wakalah xxx
2. Bagi
pihak yang meminta diwakilkan
Pada
saat membayar ujr/komisi
Jurnal:
Beban
wakalah xxx
Kas xxx
KESIMPULAN
1. Al-Wakalah
atau Al-Wikalah atau At-Tahwid artinya penyerahan, pendelegasian, atau
pemberian mandat.
2. Dalam
PSAK No. 59 wakalah merupakan Akad pemberian kuasa dan muwakil (pemberi
kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan
suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa.
3. Akad Wakalah
dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang ekonomi,
terutama dalam institusi keuangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Nurhayati,
Sri dan Wasilah.2011. Akuntansi Syari’ah di Indonesia. Jakarta: Salemba
Empat.
Suhendi,
Hendi. 2011.Fiqih Muamalah.Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada.
Ikatan
Akuntan Indonesia. 2002.PSAK No.59.Jakarta Selatan: Dewan Standar
Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar