Senin, 13 Januari 2014

Kaidah Fiqih Tentang Ekonomi

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Qawaid fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqih) terdiri dari kaidah umum dan kaidah khusus, kaidah khusus terbagi lagi kepada beberapa bidang, salah satunya adalah di bidang Ekonomi (Muamalah) Kaidah yang khusus di bidang Ekonomi (Muamalah) menjadi sangat penting  karena perhatian sumber hukum islam yaitu al-Qur’an dan Hadis terkait ibadah mahdhoh dan hukum keluarga islam lebih dominan dibanding dengan fikih-fikih yang lain. Akibatnya, di bidang fikih-fikih selain ibadah mahdhoh dan hukum keluarga islam, ruang lingkup ijtihad menjadi sangat luas dan materi-materi fikih sebagai hasil ijtihad menjadi sangat banyak.
Al-Qur’an dan Hadis untuk bidang selain ibadah mahdhoh dan hukum keluarga islam hanya menentukan garis-garis besarnya saja yang tercermin dalam dalil-dalil yang bersifat umum. Hal ini tampaknya erat kaitannya dengan fungsi manusia yang selain sebagai hamba Allah juga sebagai khalifah fi al-ardh.Oleh karena itu, dalam makalah ini pemakalah hanya membahas kaidah-kaidah yang berkaitan dengan Ekonomi (Muamalah) saja.
B.  Rumusan Masalah
1.    Kaidah-kaidah fiqih yang berhubungan dengan Ekonomi
2.    Penerapan Kaidah Fiqih dalam ekonomi








BAB II
PEMBAHASAN
A.  Kaidah-Kaidah Fiqih Yang Berhubungan dengan Masalah Ekonomi
Kaidah-kaidah fiqih terdiri dari kaidah fiqih yang umum dan kaidah fiqih yang khusus, salah satu kaidah fiqih yang khusus yaitu kaidah yang berhubungan dengan masalah ekonomi (muamalah), kaidah-kaidah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1.    الأصل في المعاملة الإباحة إلا أن يدل دليل على تحريمها
Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya
2.    الأصل في العقد رضى المتعاقدين ونتيجته ما التزماه بالتعاقد
Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan
3.    لا يجوز لأحد أن يصرف في ملك غيره بلا إذنه
Tiada seorangpun boleh melakukan tindakan hukum atas milik orang lain tanpa izin si pemilik harta
4.    الباكل لا يقبل الإجازة
Akad yang batal tidak menjadi sah karena dibolehkan
5.    الإجازة اللاحقة كالوكالة السابقة
Izin yang datang kemudian sama kedudukannya dengan perwakilan yang telah dilakukan lebih dahulu

6.    الأجر والضمان لا يجتمعان
Pemberian upah dan tanggung jawab untuk mengganti kerugian tidak berjalan bersamaan
7.    الخراج بالضمان
Manfaat suatu benda merupakan fakor pengganti kerugian
8.    الغرم بالغمن
Risiko itu menyertai manfaat
9.    إذا بطل شيئ بطل ما في ضمنه
Apabila sesuatu akad batal, maka batal pula yang ada dalam tanggungannya
10.     العقد على الأعيان كالعقد على منافعها
Akad yang objeknya suatu benda tertentu adalah seperti akad terhadap manfaat benda tersebut
11.     كل ما يصح تأبيده من العقود المعاوضات فلا يصح توقيته
Setiap akad mu’awadhah yang sah diberlakukan selamanya, maka tidak sah diberlakukan sementara
12.     الأمر بالتصرف في ملك الغير باطل
Setiap perintah untuk bertindak hukum terhadap hak milik orang lain adalah batal
13.       لا يتم التبرع إلا بالقبض
Tidak sempurna akad tabarru’ kecuali dengan penyerahan barang
14.     الجواز السرعي ينافي الضمان
Suatu hal yang dibolehkan oleh syara’ tidak dapat dijadikan objek tuntutan ganti rugi
15.       كل قبول جائز أن يكون قبلت
Setiap kabul/penerimaan boleh dengan ungkapan saya telah terima
16.     كل شرط كان من مضلحة العقد أو من مقتضاه فهو جائز
Setiap syarat untuk kemaslahatan akad atau diperlukan oleh akad tersebut, maka syarat tersebut dibolehkan
17.     ما جاز بيعه جاز رهنه
Apa yang boleh dijual boleh pula digadaikan
18.     كل قرض جر منفعة فهو ربا
Setiap pinjaman dengan menarik manfaat (oleh kreditor) adalah sama dengan riba
19.     الضَرَرُيُزَالُ
Kemadharatan harus dihilangkan[1]
20.     الحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَرُورَةِعَامَةً كَانَ أَوْ خَاصَةً
Kedudukan kebutuhan itu menempati kedudukan darurat baik umum maupun khusus
21.     الاجرو واضمانل لايجتمعان
Sewa dan membayar kerusakan, tidaklah berkumpul

B.  Penerapan Kaidah Fiqih dalam Ekonomi
Penerapan Kaidah-kaidah fikih dalam ekonomi  adalah sebagai berikut:
1.    Kaidah pertama:
الأصل في المعاملة الإباحة إلا أن يدل دليل على تحريمها
Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya
Maksud kaidah ini adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi, pada dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai kerjasama (mudharabah dan musyarakah) perwakilan, dan lain-lain, kecuali yang tegas-tegas diharamkan seperti mengakibatkan kemudaratan, tipuan, judi, dan riba.
2.    Kaidah kedua:
الأصل في العقد رضى المتعاقدين ونتيجته ما التزماه بالتعاقد
Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan
Keridhaan dalam transaksi adalah merupakan prinsip. Oleh karena itu, transaksi barulah sah apabila didasarkan kepada keridhaan kedua belah pihak. Artinya, tidak sah suatu akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau dipakasa atau juga merasa tertipu. Bisa terjadi pada waktu akad sudah saling meridhai, tetapi kemudian salah satu pihak merasa tertipu, artinya hilang keridhaannya, maka akad tersebut bisa batal. Contohnya seperti pembeli yang merasa tertipu karena dirugikan oleh penjual karena barangnya terdapat cacat.



3.    Kaidah ketiga:
لا يجوز لأحد أن يصرف في ملك غيره بلا إذنه
Tiada seorangpun boleh melakukan tindakan hukum atas milik orang lain tanpa izin si pemilik harta
Atas dasar kaidah ini, maka si penjual haruslah pemilik barang yang dijual atau wakil dari pemilik barang atau yang diberi wasiat atau wakilnya. Tidak ada hak orang lain pada barang yang dijual.
4.    Kaidah keempat:
الباكل لا يقبل الإجازة
Akad yang batal tidak menjadi sah karena dibolehkan
Akad yang batal dalam hukum Islam dianggap tidak ada atau tidak pernah terjadi. Oleh karena itu, akad yang batal tetap tidak sah walaupun diterima salah satu pihak. Contohnya, Bank syariah tidak boleh melakukan akad dengan lembaga keuangan lain yang menggunakan sistem bunga, meskipun sistem bunga dibolehkan oleh pihak lain, karena sistem bunga sudah dinyatakan haram oleh Dewan Syariah Nasional. Akad baru sah apabila lembaga keuangan lain itu mau menggunakan akad-akad yang diberlakukan pada perbankan syariah, yaitu akad-akad atau transaksi tanpa menggunakan sistem bunga.
5.    Kaidah kelima:
الإجازة اللاحقة كالوكالة السابقة
Izin yang datang kemudian sama kedudukannya dengan perwakilan yang telah dilakukan lebih dahulu
Seperti telah dikemukakan pada kaidah ketiga  bahwa pada dasarnya seseorang tidak boleh bertindak hukum terhadap harta milik orang lain tanpa seizin pemiliknya. Tetapi, berdasarkan kaidah di atas, apabila seseorang bertindak hukum pada harta milik orang lain, dan kemudian si pemilik harta memberikan izin kepadanya, maka tindakan hukum itu menjadi sah, dan orang tadi dianggap sebagai perwakilan dari si pemilik harta. Contohnya adalah akad wakalah yang diberlakukan di Bank Syariah.
6.    Kaidah keenam:
الأجر والضمان لا يجتمعان
Pemberian upah dan tanggung jawab untuk mengganti kerugian tidak berjalan bersamaan
Yang disebut dengan dhaman atau ganti rugi dalam kaidah tersebut adalah mengganti dengan barang yang sama. Apabila barang tersebut ada di pasaran atau membayar seharga barang tersebut apabila barangnya tidak ada di pasaran.
Contoh, seseorang menyewa kendaraan penumpang untuk membawa keluarganya, tetapi si penyewa menggunakannya untuk membawa barang-barang yang berat yang mengakibatkan kendaraan tersebut rusak berat. Maka, si penyewa harus mengganti kerusakan tersebut dan tidak perlu membawa sewaannya.
7.    Kaidah ketujuh:
الخراج بالضمان
Manfaat suatu benda merupakan fakor pengganti kerugian
Arti asal al-kharaj adalah sesuatu yang dikeluarkan baik manfaat benda maupun pekerjaan, seperti pohon mengeluarkan buah atau binatang mengeluarkan susu. Sedangkan al-dhaman adalah ganti rugi.
Contohnya, seekor binatang dikembalikan oleh pembelinya dengan alasan cacat. Si penjual tidak boleh meminta bayaran atas penggunaan binatang tadi. Sebab, penggunaan binatang tadi sudah menjadi hak pembeli.

8.    Kaidah kedelapan:
الغرم بالغمن
Risiko itu menyertai manfaat
Maksud dari kaidah al ghurmu bi al ghunmi ialah bahwa seseorang yang memanfaatkan sesuatu harus menanggung risiko. Sedangkan menurut Umar Abdullah al-Kamil, makna yang tersirat dari kaidah ini adalah bahwa barang siapa yang memperoleh manfaat dari sesuatu yang dimanfaatkannya maka ia harus bertanggung jawab atas dhoror atau ghurmu serta dhomān yang akan terjadi.
Contohnya Biaya notaris adalah tanggung jawab pembeli kecuali ada keridhaan dari penjual atau ditanggung bersama. Demikian pula halnya, seseorang yang meminjam barang, maka dia wajib mengembalikan barang dan risiko ongkos-ongkos pengembaliannya. Berbeda dengan ongkos mengangkut dan memelihara barang, dibebankan pada pemilik barang.
9.    Kaidah kesembilan:
إذا بطل شيئ بطل ما في ضمنه
Apabila sesuatu akad batal, maka batal pula yang ada dalam tanggungannya
Contohnya, penjual dan pembeli telah melaksanakan akad jual beli. Si pembeli telah menerima barang dan si penjual telah menerima uang. Kemudian kedua belah pihak membatalkan jual beli tadi. Maka, hak pembeli terhadap barang menjadi batal dan hak penjual terhadap harga barang menjadi batal. Artinya, si pembeli harus mengembalikan barangnya dan si penjual harus mengembalikan harga barangnya.
10.  Kaidah kesepuluh:
العقد على الأعيان كالعقد على منافعها
Akad yang objeknya suatu benda tertentu adalah seperti akad terhadap manfaat benda tersebut
Objek suatu akad bisa berupa barang tertentu, misalnya jual beli, dan nnisa pula berupa manfaat suatu barang seperti sewa menyewa. Bahkan sekaran, objeknya bisa berupa jasa seperti jasa broker. Maka, pengaruh hukum dari akad yang objeknya barang atau manfaat dari barang adalah sama, dalam arti rukun dan syaratnya sama.
11.  Kaidah kesebelas:
كل ما يصح تأبيده من العقود المعاوضات فلا يصح توقيته
Setiap akad mu’awadhah yang sah diberlakukan selamanya, maka tidak sah diberlakukan sementara
Akad mu’awadhah adalah akad yang dilakukan oleh dua pihak yang masing-masing memiliki hak dan kewajiban, seperti jual beli. Satu pihak (penjual) berkewajiban menyerahkan barang dan berhak terhadap harga barang. Di pihak lain yaitu pembeli berkewajiban menyerahkan harga barang dan berhak terhadap barang yang dibelinnya. Dalam akad yang semacam ini tidak sah apabila dibatasi waktunya, sebab akad jual beli tidak dibatasi waktunya. Apabila waktuya dibatasi, maka bukan jial beli tapi sewa menyewa.
12.  Kaidah kedua belas:
 الأمر بالتصرف في ملك الغير باطل
Setiap perintah untuk bertindak hukum terhadap hak milik orang lain adalah batal
Maksud kaidah ini adalah apabila seseorang memerintahkan untuk bertransaksi terhadap milik orang lain yang dilakukannya seperti terhadap miliknya sendiri, maka hukumnya batal. Contohnya, seorang kepala penjaga keamanan memerintahkan kepada bawahannya untuk menjual barang yang dititipkan kepadanya, maka perintah tersebut adalah batal.
13.  Kaidah ketiga belas:
  لا يتم التبرع إلا بالقبض
Tidak sempurna akad tabarru’ kecuali dengan penyerahan barang
Akad tabarru adalah akad yang dilakukan demi untuk kebajikan semata seperti hibah atau hadiah. Hibah tersebut belum mengikat sampai penyerahan barangnya dilaksanakan.
14.  Kaidah keempat belas:
الجواز السرعي ينافي الضمان
Suatu hal yang dibolehkan oleh syara’ tidak dapat dijadikan objek tuntutan ganti rugi
Maksud kaidah ini adalah sesuatu yang dibolehkan oleh syariah baik melakukan atau meninggalkannya, tidak dapat dijadikan tuntutan ganti rugi. Contohnya, si A menggali sumur di tempat miliknya sendiri. Kemudian binatang tetangganya jatuh kedalam sumur tersebut dan mati. Maka, tetangga tadi tidak bisa menuntut ganti rugi kepada si A, sebab menggali sumur ditempatnya sendiri dibolehkan oleh syariah.
15.  Kaidah kelima belas:
  كل قبول جائز أن يكون قبلت
Setiap kabul/penerimaan boleh dengan ungkapan saya telah terima
Sesungguhnya berdasarkan kaidah ini, adalah sah dalam setiap akad jual beli, sewa menyewa dan lain-lainnya, akad untuk menyebut “qabiltu” (saya telah terima) dengan tidak mengulangi rincian dari ijab. Rincian ijab itu, seperti saya jual barang ini dengan harga sekian dibayar tunai, cukup dijawab dengan “saya terima”.
16.  Kaidah keenam belas:
 كل شرط كان من مضلحة العقد أو من مقتضاه فهو جائز
Setiap syarat untuk kemaslahatan akad atau diperlukan oleh akad tersebut, maka syarat tersebut dibolehkan
Contohnya seperti dalam hal gadai emas kemudian ada syarat bahwa apabila barang gadai tidak ditebus dalam waktu sekian bulan, maka penerima gadai berhak untuk menjualnya. Atau syarat kebolehan memilih, syarat tercatat di notaris.
17.  Kaidah ketujuh belas:
 ما جاز بيعه جاز رهنه
Apa yang boleh dijual boleh pula digadaikan
Sudah tentu barang yang boleh dijual boleh pula digadaikan namun, ada pengecualiannya, seperti manfaat barang boleh disewakan tapi tidak boleh digadaikan karena tidak bisa diserah terimakan
18.  Kaidah kedelapan belas:
كل قرض جر منفعة فهو ربا
setiap pinjaman dengan menarik manfaat (oleh kreditor) adalah sama dengan riba[2]
Riba adalah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uang), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.[3] dalam perbankan syariah dilarang menggunakan transaksi yang menimbulkan riba, oleh sebab itu sistem bunga diganti menjadi sistem bagi hasil.
19.  Kaidah Sembilan belas:
الضَرَرُيُزَالُ
Kemadharatan harus dihilangkan[4]
Konsepsi kaidah ini memberikan pengertian bahwa manusia harus dijauhkan dari idhrar (tindakan menyakiti) baik oleh dirinya maupun orang lain, dan tidak semestinya ia menimbulkan bahaya (menyakiti orang lain). Contohnya larangan menimbun barang-barang kebutuhan pokok masyarakat karena perbuatan tersebut mengakibatkan kemadharatan bagi rakyat.
20.  Kaidah kedua puluh:
الحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَرُورَةِعَامَةً كَانَ أَوْ خَاصَةً
Kedudukan kebutuhan itu menempati kedudukan darurat baik umum maupun khusus
Contohnya dalam jual beli, objek yang di jual telah wujud. Akan tetapi, demi untuk kelancaran transaksi, boleh menjual barang yang belum berwujud asal sifat-sifatnya atau contohnya telah ada.
21.  Kaidah kedua puluh satu:
الاجرو واضمانل لايجتمعان
Sewa dan membayar kerusakan, tidaklah berkumpul
Maksud dari kaidah ini ialah, bahwa upah tanggungan (ganti rugi) dari suatu barang, tidak dapat dikumpulkan pada seorang dalam kejadian peristiwa yang sama. Sewa Yang dimaksud dalam kaidah ini adalah ganti terhadap manfaat barang, sedangkan tanggungan  (ganti rugi) adalah kewajiban mengganti kerugian dari suatu barang yang dimanfaatkan.
Misalnya seorang tukang sol sepatu (penjahit sepatu), ia boleh menahan jahitan atau sepatu yang dipesan sampai dilunasi upah yang akan diberikan, jika tidak ada syarat adanya penundaan pembayaran. Dengan cara ini apabila seseorang menahan barang tersebut dan kemudian rusak, ia tidak mengganti karena kerusakan itu dan ia tetap masih berhak atas upah. [5]



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.      Kaidah-kaidah fiqih tentang ekonomin (muamlah) merupakan kaidah fiqih yang khusus membahas permasalahan ekonomi (muamalah).
2.      Kaidah dasar Ekonomi (Muamalah) adalah: “Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.
3.      Kaidah tentang akad dalam Ekonomi (Muamalah) yaitu: Akad yang objeknya suatu benda tertentu adalah seperti akad terhadap manfaat benda tersebut
4.      Kaidah tentang adanya unsur keridhoan dalam jual beli: Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan

B.  Saran
Pemakalah menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan di dalamnya. Oleh karena itu, Pemakalah sangat membutuhkan saran dari pembaca, terutama Bapak Dosen selaku pembimbing dalam mata kuliah ini.



[1] Nash Farid Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam,Qawa’id Fiqhiyyah.(Jakarta:Hamzah.2009). hal. 17.
[3] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah.(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.2011). hal. 58.
[4] A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah praktis,(Jakarta: Kencana.2006). hal. 67.
[5] Imam Musbikin,Qawa’id Al-Fiqhiyah.(Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada.2001). hal. 210.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarat Account Officer

Syarat Account Officer Ideal Seorang Account Officer (AO) adalah orang yang melakukan pemasaran dan penjualan kredit perbankan . d...